BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR
BELAKANG
ikterus
merupakan suatu sindroma kerusakan otak yang ditandai dengan athetoid
cerebral palsy, gangguan pendengaran hingga ketulian, gangguan penglihatan,
dan mental retardasi.
Pada
beberapa bayi baru lahir, hati memproduksi pigmen kuning yang disebut bilirubin
yang berlebihan, sehingga mengakibatkan kulit dan sklera mata berubah warna
menjadi kuning. Keadaan ini disebut dengan ikterus. Beberapa bayi, keadaan ini
bisa hilang sendiri, tetapi pada beberapa bayi lainnya bila tidak ditangani
dengan cepat dan benar maka bisa menyebabkan kadar bilirubin menjadi sangat
tinggi yang bersifat toksik dan dapat merusak otak.
Bayi
baru lahir dengan ikterus yang tidak ditangani secara medis bisa saja mengalami
kern ikterus, tetapi bukan berarti setiap bayi kuning akan menghadapi masalah
ini. Bila timbul ikterus, dapat diterapi dengan fototerapi, tetapi bila tidak
berhasil maka dapat dilakukan transfusi tukar (exchange transfusion).
Beberapa
tanda kern ikterus yaitu; kulit bayi yang sangat kuning bahkan oranye, tidur
yang berkepanjangan bahkan sulit untuk dibangunkan, menyusui sangat kurang,
serta kelemahan umum.
Pada
kasus kern ikterus ini, pencegahan lebih baik daripada pengobatan, terlebih
bila bayi sudah mencapai tingkat kerusakan otak yang hebat sehingga menjadikan
prognosis kern ikterus buruk.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian ikterik
Ikterik
adalah kondisi yang terjadi ketika produksi bilirubin di tubuh bayi berlebihan
dan bayi tidak mampu mengeluarkannya lewat berkemih dan buang air besar. Bilirubin (bahasa
Inggris: bilirubin, hematoidin)
adalah senyawa pigmen berwarna kuning yang merupakan produk katabolisme enzimatik biliverdin oleh biliverdin reduktase.
2.2 Jenis – Jenis Ikterik
A. Jenis – Jenis Ikterus
Berdasarkan Batasan – Batasannya
1. Ikteris Fisiologis
Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah Ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut (Hanifa, 1987):
• Timbul pada hari kedua-ketiga
• Kadar Biluirubin Indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg% pada neonatus cukup bulan dan 10 mg % pada kurang bulan.
• Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin tak melebihi 5 mg % per hari
• Kadar Bilirubin direk kurang dari 1 mg %
• Ikterus hilang pada 10 hari pertama
• Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadan patologis tertentu
2. Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia
Adalah suatu keadaan dimana kadar Bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus bila tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan Hiperbilirubinemia bila kadar Bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.
1. Ikteris Fisiologis
Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah Ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut (Hanifa, 1987):
• Timbul pada hari kedua-ketiga
• Kadar Biluirubin Indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg% pada neonatus cukup bulan dan 10 mg % pada kurang bulan.
• Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin tak melebihi 5 mg % per hari
• Kadar Bilirubin direk kurang dari 1 mg %
• Ikterus hilang pada 10 hari pertama
• Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadan patologis tertentu
2. Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia
Adalah suatu keadaan dimana kadar Bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus bila tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan Hiperbilirubinemia bila kadar Bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.
3. Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak terutama pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus, Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV.
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak terutama pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus, Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV.
B. Jenis-jenis Ikterus Menurut Waktu Terjadinya
1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama
• Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama sebagian besar disebabkan oleh :
• Inkompatibilitas darah Rh,ABO, atau golongan lain
• Infeksiintra uterine
• Kadang-kadang karena defisiensi enzim G-6-PD
1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama
• Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama sebagian besar disebabkan oleh :
• Inkompatibilitas darah Rh,ABO, atau golongan lain
• Infeksiintra uterine
• Kadang-kadang karena defisiensi enzim G-6-PD
2. Ikterus yang timbul 24-72 jam sesudah lahir
• Biasanya ikterus fisiologis
• Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah Rh, ABO atau golongan lain
• Defisiensi enzim G-6-PD atau enzim eritrosit lain juga masih mungkin.
• Policitemia
• Hemolisis perdarahan tertutup *(perdarahan subaponerosis,perdarahan hepar, sub capsula dll)
3. Iktersua yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama
• Sepsis
• Dehidrasi dan asidosis Defisiensi G-6-PD
• Pegaruh obat-obatan
• Sindroma Criggler-Najjar , sindroma Gilbert4. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya
• Ikterus obtruktive
• Hipotiroidisme
• Breast milk jaundice
• Infeksi
• Biasanya ikterus fisiologis
• Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah Rh, ABO atau golongan lain
• Defisiensi enzim G-6-PD atau enzim eritrosit lain juga masih mungkin.
• Policitemia
• Hemolisis perdarahan tertutup *(perdarahan subaponerosis,perdarahan hepar, sub capsula dll)
3. Iktersua yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama
• Sepsis
• Dehidrasi dan asidosis Defisiensi G-6-PD
• Pegaruh obat-obatan
• Sindroma Criggler-Najjar , sindroma Gilbert4. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya
• Ikterus obtruktive
• Hipotiroidisme
• Breast milk jaundice
• Infeksi
•
Hepatitis neonatal
• Galaktosemia
• Galaktosemia
2.3
Penilaian Ikterik
1. Ikterik fisiologis ialah :
a.
Ikterik yang timbul pada hari kedua dan ketiga
b. Tidak mempunyai dasar patologis
c. Kadarnya tidak melampaui kadar
yang membahayakan
d. Tidak mempunyai potensi menjadi
kern-ikterik
e. Tidak menyebabkan suatu
morbidilitas pada bayi
2. Ikterik patologis ialah :
a. Ikterik yang
mempunyai dasar patologis
b. Kadar bilirubinnya
mencapai nilai hiperbilirubinemia
Sedangkan menurut Kramer, ikterik dimulai dari kepala,
leher dan seterusnya. Untuk penilaian ikterik, Kramer membagi tubuh bayi baru
lahir dalam 5 bagian yang dumulai dari kepala dan leher, dada sampai pusat,
pusat bagian bawah sampai tumit, tumit pergelangan kaki dan bahu pergelangan
tangan dan kaki serta tangan termasuk telapak kaki dan telapak tangan. Cara
pemeriksaannya ialah dengan menekan jari telunjuk di tempat yang menonjol
seperti tulang hidung, tulang dada, lutut dan lain-lain.
Tabel 2.1 Hubungan
kadar bilirubin dengan ikterik
Derajat
Ikterik
|
Daerah
Ikterik
|
Perkiraan
Biirubin (rata-rata)
|
|
Aterm
|
Prematur
|
||
1
|
Kepala
sampai leher
|
5,4
|
-
|
2
|
Kepala,
badan sampai dengan ambilikus
|
8,9
|
9,4
|
3
|
Kepala,
badan, paha sampai dengan lutut
|
11,8
|
11,4
|
4
|
Kepala,
badan, ekstremitas sampai dengan pergelangan tangan dan kaki
|
15,8
|
13,3
|
Derajat
Ikterik
|
Daerah
Ikterik
|
Perkiraan
Biirubin (rata-rata)
|
|
Aterm
|
Prematur
|
||
5
|
Kepala,
badan,semua ekstrimitas sampai dengan ujung jari
|
2.4 Penyebab Ikterik
Kuning pada bayi timbul karena adanya timbunan bilirubin
(zat/ komponen yang berasal dari pemecahan hemoglobin dalam sel darah merah) di
bawah kulit. Pada saat masih dalam kandungan, janin membutuhkan sel darah merah
yang banyak karena paru-parunya belum berfungsi. Sel darah merah mengangkut
oksigen dan nutrisi dari ibu ke bayi melalui plasenta. Sesudah bayi lahir,
paru-parunya sudah berfungsi, sehingga darah merah ini tidak dibutuhkan lagi
dan dihancurkan. Salah satu hasil pemecahan itu adalah bilirubin.
Bilirubin ini bermacam-macam yaitu indirect, direct, dan
bebas. Indirect atau yang belum diolah yaitu bilirubin yang terikat albumin
sebagai zat pengangkut, akan di bawa ke hati untuk diproses menjadi bilirubin direct.
Bilirubin direct ini akhirnya disimpan di kantong empedu.
Kadang tidak semua hasil pemecahan hemoglobin ini bisa
diikat oleh albumin dan dibawa ke hati. Sebagian hanya tidak terangkut yang disebut bilirubin
bebas. Kadang-kadang pemecahan sel darah merah terjadi sangat berlebihan
sehingga meningkatkan kadar bilirubin. Ini biasanya disebabkan oleh beberapa
hal berikut ini :
1.
Karena Hemolisis (hancurnya sel darah merah) ini terjadi bila :
a.
Adanya ketidak cocokkan darah ibu dan bayi (A,B,O atau rhesus)
b. Kekurangan enzym yang
sering dikenal dengan G-6-PD
c. Adanya kelainan
sel darah merahnya sendiri.
Pada
ketidak cocokkan golongan darah, misalnya bila ibu berdarah O, sedangkan si
bayi berdarah B atau A. sedangkan untuk ketidak cocokkan rhesus negatif dan
janin rhesus positif. Dengan demikian, ketidak selarasan darah lebih banyak
diderita oleh bayinya. Keadaan semacam ini tidak selalu muncul begitu bayi
dilahirkan. Bisa terjadi 30 menit sampai 24 jam setelah kelahiran, bahkan bisa
lebih lama dari itu.
2.
Karena obat-obatan
Ada beberapa macam obat, misalnya yang mengandung sulfa,
bisa menghancurkan sel darah merah.
3.
Karena infeksi
Bila infeksi saat bayi dalam kandungan atau infeksi jalan
lahir. Atau infeksi sesudah lahir karena alat-alat bayi tidak steril sehingga
munculnya menghancurkan sel darah merah.
4.
Penyumbatan saluran empedu atau kelainan pada hati
Bila
saluran empedu tersumbat, sehingga bilirubinnya tidak bisa dikeluarkan, atau
juga bila hatinya membengkak (hepatitis), sehingga pipa-pipanya tersumbat.
Umumnya kuning yang disebabkan penyumbatan terlihat sesudah minggu kedua atau
lebih.
2.5 Penanganan Ikterik
Jika setelah tiga-empat hari kelebihan bilirubin terjadi,
maka bayi harus segera mendapatkan terapi. Bentuk terapi ini bermacam-macam,
disesuaikan dengan kadar kelebihan yang ada.
Ø Terapi
sinar (fototerapi)
Terapi
sinar dialkukan selama 24 jam atau setidaknya sampai kadar bilirubin dalam
darah kembali ke ambang batas normal. Dengan fototerapi, bilirubin dalam tubuh
bayi dapat dipecahkan dan menjadi mudah larut dalam air tanpa harus diubah
dulu oleh organ hati. Terapi sinar juga berupaya menjaga
kadar bilirubin agar tidak terus meningkat sehingga menimbulkan resiko yang
lebih fatal. Sinar yang digunakan pada fototerapi berasal dari sejenis lampu
neon dengan panjang gelombang tertentu. Lampu yang digunakan sekitar 12 buah
dan disusun secara paralel. Di bagian bawah lampu ada sebuah kaca yang disebut flaxy
glass yang berfungsi meningkatkan energi sinar sehingga intensitasnya lebih
efektif.
Sinar yang muncul dari lampu tersebut kemudian diarahkan
pada tubuh bayi. Seluruh
pakaiannya dilepas, kecuali mata dan alat kelamin harus ditutup dengan
menggunakan kain kasa. Tujuannya untuk mencegah efek cahaya yang berlebihan
dari lampu-lampu tersbut. Seperti diketahui, pertumbuhan mata bayi belum
sempurna sehingga dikhawatirkan akan merusak bagian retinanya. Begitu pula alat
kelaminnya, agar kelak tak terjadi resiko terhadap organ reproduksi itu,
seperti kemandulan.
Pada saat dilakukan fototerapi, posisi tubuh bayi akan
diubah-ubah, terlentang lalu telungkup agar penyinaran berlangsung merata. Jika sudah turun dan berada di bawah
ambang batas bahaya, maka terapi bisa dihentikan. Rata-rata dalam jangka waktu
dua hari sibayi sudah boleh dibawa pulang.
Meski relatif efektif, tetaplah waspada terhadap dampak
fototerapi. Ada kecenderungan bayi yang menjalani proses terapi sinar mengalami
dehidrasi karena malas minum. Sementara, proses pemecahan bilirubin justru akan
meningkatkan pengeluaran cairan empedu ke organ usus. Alhasil, gerakan
peristaltik usus meningkat dan menyebabkan diare. Memang tak semua bayi akan
mengalaminya, hanya pada kasus tertentu
saja. Yang pasti, untuk menghindari terjadinya dehidrasi dan diare, orang tua mesti tetap memberikan ASI pada
bayi.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan
terapi sinar ialah :
a.
Lampu yang dipakai sebaiknya tidak digunakan lebih dari 500 jam, untuk
menghindarkan turunnya energi yang dihasilkan oleh lampu yang digunakan
b.
Pakaian bayi dibuka agar bagian tubuh dapat seluas mungkin terkena sinar
c.
Kedua mata ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya untuk mencegah
kerusakan retina. Penutup mata dilepas saat pemberian minum dan kunjungan orang
tua untuk memberikan rangsang visual pada neonatus. Pemantau iritasi mata
dilakukan tiap 6 jam dengan membuka penutup mata
d.
Daerah kemaluan ditutup, dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya untuk
melindungi daerah kemaluan dari cahaya fototerapi
e.
Posisi lampu diatur dengan jarak 20-30 cm di atas tubuh bayi, untuk mendapatkan
energi yang optimal
f.
Posisi bayi diubah tiap 8 jam, agar tubuh mendapat penyinaran seluas mungkin
g.
Suhu tubuh diukur 4-6 jam sekali atau sewaktu-waktu bila perlu
h.
Pemasukan cairan dan minuman dan pengeluaran urine, feses dan muntah diukur,
dicatat dan dilakukan pemantauan tanda dehidrasi
i.
Hidrasi bayi diperhatikan, bila perlu konsumsi cairan ditingkatkan
Apabila dalam evaluasi kadar bilirubin berada dalam ambang batas normal, terapi sinar dihentikan. Jika kadar bilirubin masih tetap atau tidak banyak berubah, perlu dipikirkan adanya beberapa kemungkinan, antara lain lampu yang tidak efektif atau bayi yang menderita dehidrasi,hipoksia, infeksi, gangguan metabolisme dan lain-lain. Keadaan demikian memerlukan tindakan kolaboratif dengan tim medis.
Pemberian terapi sinar dapat menimbulkan efek samping.
Namun, efek samping tersebut bersifat sementara yang dapat dicegah atau
ditanggulangi dengan memperhatikan tata cara penggunaan terapi sinar dan
diikuti dengan pemantauan keadaan bayi secara berkelanjutan.
Kelainan yang mungkin timbul pada neonatus yang mendapat
terapi sinar adalah :
a. Peningkatan
kehilangan cairan yang tidak teratur (insensible water loss)
Energi fototerapi dapat
meningkatkan suhu lingkungan dan menyebabkan peningkatan penguapan melalui
kulit, terutama bayi premature atau berat lahir sangat rendah. Keadaan ini
dapat diantisipasi dengan pemberian cairan tambahan.
2.6 MANAJEMEN
1. Strategi Pencegahan
a.
Pencegahan Primer
Menganjurkan ibu untuk
menyusui bayinya paling sedikit 8 – 12 kali/ hari untuk beberapa hari pertama.
Tidak memberikan cairan
tambahan rutin seperti dekstrose atau air pada bayi yang mendapat ASI dan tidak
mengalami dehidrasi.
b.
Pencegahan Sekunder
Semua wanita hamil harus
diperiksa golongan darah ABO dan rhesusu serta penyaringan serum untuk antibody
isoimun yang tidak biasa.
Harus memastikan bahwa
semua bayi secar rutin di monitor terhadap timbulnya ikterus dan menetapkan
protocol terhadap penilaian ikterus yang harus dinilai saat memeriksa tanda –
tanda vital bayi, tetapi tidak kurang dari setiap 8 – 12 jam.
Beberapa faktor
risiko yang penting adalah :
Penyakit hemolisis autoimun
(penghancuran sel darah merah oleh sistem kekebalan tubuh sendiri)
Kekurangan enzim G6PD (Glukosa – 6 Fosfat Dehidrogenase) yang dibutuhkan sel
darah merah untuk berfungsi normal
Kekurangan oksigen
Kondisi lemah/tidak responsif
Tidak stabilnya suhu tubuh
Sepsis (keadaan infeksi
berat di mana bakteri telah menyebar ke seluruh tubuh)
Gangguan keasaman darah
Kadar albumin (salah satu protein
tubuh) <>
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Kerrn ikterus merupakan suatu
sindroma kerusakan otak yang diakibatkan oleh tingginya kadar bulirubin
sehingga bersifat toksik terhadap otak, ditandai dengan athetoid cerebral
palsy, gangguan pendengaran hingga ketulian, gangguan penglihatan, dan
mental retardasi.
Kern ikterus timbul terutama pada
bayi-bayi ikterus yang tidak ditangani dengan baik. Penanganan ikterus harus
mengikutsertakan semua aspek secara menyeluruh , mulai dari peran orang tua,
tenaga medis, maupun sarana kesehatan dalam rangka mencegah timbulnya kern
ikterus serta rehabilitasi pasca kern ikterus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar