Selasa, 06 November 2012

Atresia Rekti


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bayi baru lahir ( neonatus ) adalah bayi, dari lahir sampai usia 4 minggu lahir biasanya dengan usia gestasi 38-42 minggu. ( Donna L. Wong, 2003 ).
Cacat bawaan merupakan suatu keadaan cacat lahir pada neonatus yang tidak diinginkan kehadirannya oleh orang tua maupun petugas medis. Perhatian kita terhadap cacat bawaan masih sangat kurang, sedangkan negara kita saat ini telah berhasil dalam program KB serta telah memasyarakatkan NKKBS, maka pada zaman sekarang ini masalah kualitas hidup anak merupakan prioritas utama bagi Program kesehatan Nasional. Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup anak adalah cacat bawaan.
Laporan dari beberapa penelitian dari dalam maupun dari luar negeri angka kejadian cacat bawaan dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Angka kematian bayi baik didalam maupun diluar negeri dari tahun ketahun semakin lama semakin turun , tetapi penyebab kematian mulai bergeser. Sebelumnya penyebab kematian pada bayi sebagian besar disebabkan masalah sepsis, asfiksia, dan sindrom distres nafas, maka akhir-akhir ini mulai bergeser pada masalah cacat bawaan, begitu juga penyebab kematian anak-anak yang tadi nya masalah nutrisi dan infeksi sangat dominan, tetapi masalah cacat.
Cacat bawaan adalah keadaan cacat yang terjadi sebelum terjadi kelahiran. Istilah anomali kongenital adalah cacat fisik maupun non fisik, sedangkan malformasi dan dismorfi kongenital diartikan berupa cacat fisik saja
Atresia merupakan kelaianan kongenital yang cukup sering dengan insidensi rata-rata sekitar 1 setiap 2500 hingga 3000 kelahiran hidup. Insidensi AE di Amerika Serikat 1 kasus setiap 3000 kelahiran hidup. Di dunia, insidensi bervariasi dari 0,4 – 3,6 per 10.000 kelahiran hidup. Insidensi tertinggi terdapat di Finlandia yaitu 1 kasus dalam 2500 kelahiran hidup.
Masalah pada atresia retri dan anus adalah ketidakmampuan untuk menelan, makan secara normal, bahaya aspirasi termasuk karena saliva sendiri dan sekresi dari lambung.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas penulis dapat merumuskan permasalahannya yaitu
“ Bagaimana Tata Pelaksanaan Bayi dengan Kelainan Atresia Retri dan Anus ”.
C. Tujuan Penulisan
Ø   Tujuan Umum
Melalui makalah ini di harapkan mahasiswi dapat mengerti dan memahami serta mengetahui lebih detail tentang Atresia Retri dan Anus.
Ø  Tujuan Khusus
Tujuan penulisan dari makalah ini adalah:
1.      Untuk memenuhi tugas Askeb Neonatus
2.      Mengerti mengenai Pengertian, etiologi, patofisiologi, klinis, diagnosis, anomali penyerta, penatalaksanaan, dari Atresia Retri dan Anus
3.      Dapat mencurigai, melakukan pemeriksaan untuk mendiagnosa, dan memberi penatalaksanaan sementara untuk mencegah komplikasi, untuk selanjutnya merujuk pasien dengan atresia esofagus

















BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Atresia Rekti dan Anus

Istilah atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu “a” yang berarti tidak ada dan trepsis yang berarti makanan atau nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia adalah suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal.           
Atresia ani adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai lubang keluar (Walley,1996). Ada juga yang menyebutkan bahwa atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi, 2001). Sumber lain menyebutkan atresia rekti dan anus adalah kondisi dimana rectal terjadi gangguan pemisahan kloaka selama pertumbuhan dalam kandungan.
            Atresia rekti dan anus adalah kelainan congenital anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan. Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum.
Atresia Ani
B.      Patofisiologi Atresia Rekti dan Anus
Terjadinya anus imperforata karena kelainan kongenital dimana saat proses perkembangan embrionik tidak lengkap pada proses perkembangan anus dan rektum. Dalam perkembangan selanjutnya ujung ekor dari belakang berkembang jadi kloaka yang juga akan berkembang jadi genito urinari dan struktur anorektal. Atresia anal ini terjadi karena ketidaksempurnaannya migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7- 10 minggu selama perkembangan janin. Kegagalan migrasi tersebut juga karena gagalnya agenesis sakral dan abnormalitas pada daerah uretra dan vagina atau juga pada proses obstruksi. Anus imperforata dapat terjadi karena tidak adanya pembukaan usus besar yang keluar anus sehingga menyebabkan feses tidak dapat dikeluarkan.


C.      Etiologi Atresia Rekti dan Anus

            Etiologi secara pasti atresia rekti dan anus belum diketahui, namun ada sumber mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada kelainan bawaananus umumnya tidak ada kelainan rectum, sfingter, dan otot dasar panggul. Namun demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai. Menurut peneletian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia rekti dan anus. Orang tua yang mempunyai gen carrier penyakit ini mempunyai peluang sekitar 25% untuk diturunkan pada anaknya saat kehamilan. 30% anak yang mempunyai sindrom genetic, kelainan kromosom atau kelainan congenital lain juga beresiko untuk menderita atresia rekti dan anus. Sedangkan kelainan bawaan rectum terjadi karena gangguan pemisahan kloaka menjadi rectum dan sinus urogenital sehingga biasanya disertai dengan gangguan perkembangan septum urorektal yang memisahkannya.   

Faktor predisposisi   
Atresia rekti dan anus dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat lahir seperti :
  1. Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada vertebral, anal, jantung, trachea, esofahus, ginjal dan kelenjar limfe).
  2. Kelainan sistem pencernaan.
  3. Kelainan sistem pekemihan.
  4. Kelainan tulang belakang.

D.      Tanda dan Gejala Atresia Rekti dan Anus
Tanda dan Gejala atresia anus :
·         Bayi muntah – muntah pada umur 24 – 48 jam.
·         Sejak lahir tidak ada defekasi mekpnium
·         Anus tampak merah, usus melebar, kadang-kadang ileus obstruksi.
·         Termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan.
·         Pada auskultasi terdengar hiperperistaltik.
·         Pada fistula trakeoesofagus, cairan lambung juga dapat masuk ke dalam paru, oleh karena itu bayi sering sianosis.




E.        Komplikasi Atresia Rekti dan Anus

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain :
a. Asidosis hiperkioremia.
b. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
c. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
d. Komplikasi jangka panjang.
- Eversi mukosa anal
- Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis)
e. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
f. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)
g. Prolaps mukosa anorektal.
h. Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi)

F.        Klasifikasi Atresia Rekti dan Anus

Secara fungsional, pasien atresia rekti dan anus dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu :
  1. Yang tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus gastrointestinalis dicapai melalui saluran fistula eksterna. Kelompok ini terutma melibatkan bayi perempuan dengan fistula rectovagina atau rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini sering dengan bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus yang adequate sementara waktu.
  2. Yang tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk jalam keluar tinja. Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan dekompresi spontan kolon, memerlukan beberapa bentuk intervensi bedah segera. Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu :
1) Anomali rendah         
                  Rectum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborectalis, terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius.    
2) Anomali intermediet  
                  Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis; lesung anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
3) Anomali tinggi      
                        Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini biasanya berhungan dengan fistuls genitourinarius – retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit perineum lebih daai1 cm.           

Sedangkan menurut klasifikasi Wingspread (1984), atresia rekti dan anus dibagi 2 golongan yang dikelompokkan menurut jenis kelamin. Pada laki – laki golongan I dibagi menjadi 4 kelainan yaitu kelainan fistel urin, atresia rectum, perineum datar dan fistel tidak ada.
Sedangkan pada perempuan golongan I dibagi menjadi 5 kelainan yaitu kelainan kloaka, fistel vagina, fistel rektovestibular, atresia rectum dan fistel tidak ada.  
Golongan II pada laki – laki dibagi 4 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, membran anal, stenosis anus, fistel tidak ada. Fistel perineum sama dengan pada wanita ; lubangnya terdapat anterior dari letak anus normal.           
Sedangkan golongan II pada perempuan dibagi 3 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, stenosis anus dan fistel tidak ada. Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva dan tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu menimbulkan obstipasi. Pada stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang seharusnya, tetapi sangat sempit.

G.      Penyebab Atresia Rekti dan Anus
Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1.      Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur
2.      Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan
3.      Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.
4.      Atresia ani dapat dikelompokkan menjadi beberapa tipe:
5.      Saluran anus atau rektum bagian bawah mengalami stenosis dalam berbagai derajat
6.      Terdapat suatu membran tipis yang menutupi anus karena menetapnya membran anus
7.      Anus tidak terbentuk dan rektum berakhir sebagai suatu suatu kantung yang buntu terletak pada jarak tertentu dari kulit di daerah anus yang seharusnya terbentuk (lekukan anus)
8.      Saluran anus dan rektum bagian bawah membentuk suatu kantung buntu yang terpisah, pada jarak tertentu dari ujung rektum yang berakhir sebagai kantung buntu.
9.      Kelainan yang berdasarkan hubungan antara bagian terbawah rektum yang normal dengan otot puborektalis yang memiliki fungsi sangat penting dalam proses defekasi, dikenal sebagai klasifikasi melboume.
10.  Kelainan letak rendah, Rektum telah menembus "lebator sling" sehingga sfingter ani internal dalam keadaan utuh dan dapat berfungsi normal contohnya berupa stenosis anus (tertutupnya anus oleh suatu membran tipis yang seringkali disertai fistula anokutaneus dan anus ektopikyang selalu terletak dianterior lokasi anus yang normal).
11.  Rektum berupa kelainan letak tengah di daerah anus seharusnya terbentuk secara lazim terdapat lekukan anus (analdimple) yang cukup dalam. Namun, pada kelainan yang jarang ditemukan ini sering terdapat fistula rektouretra yang menghubungkan rektum yang buntu dengan uretra pars bulbaris.
12.  Kelainan letak tinggi Kelainan ini lebih banyak ditemukan pada bayi laki-laki, sebaliknya kelinan letak redah sering ditemukan pada bayi perempuan. Pada perempuan dapat ditemukan fistula -and kutaneus, fistula rektoperinium dan fistula rektovagina. Sedangkan pada laki-laki dapat ditemukan dua bentuk fistula yaitu fistula ektourinaria dan fistula rektoperineum. Fistula ini menghubungkan rektum dengan kandung kemih pada daerah trigonum vesika. Fistula tidak dapat dilalui jika mekonoium jika brukuran sangat kecil, sedangkan fistula dapat mengeluarkan mekonium dalam rektum yang buntu jika berukuran cukup besar. Oleh karena itu, dapat terjadi kelainan bentuk anorektum disertai fistula. Kelainan bawaan anus juga dapat disebabkan gangguan pertumbuhan dan fusi. Gangguan pemisahan kloaka menjadi rektum dan sinus urogenital.

H.      Diagnosis Atresia Rekti dan Anus
  • Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir
  • Tidak ditemukan anus, kemungkinan ada fistula
  • Bila ada fistula pada perineum (mekonium +) kemungkinan letak rendah
Untuk menegakkan diagnosis Atresia Ani adalah dengan anamnesis dan pemeriksaan perineum yang teliti .Cara penegakan diagnosis pada kasus atresia ani atau anus imperforata adalah semua bayi yang lahir harus dilakukan pemasukan termometer melalui anusnya, tidak hanya untuk mengetahui suhu tubuh, tapi juga untuk mengetahui apakah terdapat anus imperforata atau tidak.

I.       Gambaran Klinis Atresia Rekti dan Anus
Pada golongan 3 hampir selalu disertai fistula. Pada bayi wanita sering ditemukan fistula rektavaginal (dengan gejala bila bayi buang air besar feses keluar dari vagina) dan jarang rektoperineal. Untuk mengetahui kelainan ini secara dini pada semua bayi baru lahir harus dilakukan colok anus dengan menggunakan termometer yang dimasukkan sampai sepanjang 2 cm ke dalam anus. Atau dapat juga dengan jari kelingking yang memakai sarung tangan. Jika terdapat kelainan maka termometer/jari tidak dapat masuk. Bila anus terlihat normal dan penyumbatan terdapat lebih tinggi dari perineum, gejala akan timbul dalam 24-48 jam setelah lahir berupa perut kembung, muntah dan berwarna hijau.


J.       Penatalaksanaan Atresia Rekti dan Anus
Penanganan secara preventif antara lain:
1.      Kepada ibu hamil hingga kandungan menginjak usia tiga bulan untuk berhati-hati terhadapobat-obatan,makananawetan dan alkohol yang dapat menyebabkan atresia ani
2.      Memeriksa lubang dubur bayi saat baru lahir karena jiwanya terancam jika sampai tigaharitidakdiketahuimengidapatresia ani karena hal ini dapat berdampak feses atautinjaakantertimbunhinggamendesakparu-parunya.
3.      Pengaturan diet yang baik dan pemberian laktulosa untuk menghindari konstipasi.
                    i.            Penanganan Medis
1.      Eksisi membran anal
2.      Fistula, yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah umur 3 bulan dilakukan koreksi sekaligus.
                  ii.            Rehabilitasi Dan Pengobatan
1.      Melakukan pemeriksaan colok dubur
2.      Melakukan pemeriksaan radiologik Pemeriksaan foto rontgen bermanfaat dalam usaha menentukan letak ujung rectum yang buntu setelah berumur 24jam, bayi harus diletakkan dalam keadaan posisi terbalik sellama tiga menit, sendi panggul dalam keadaan sedikitekstensilalu dibuat foto pandangan anteroposterior dan lateral setelah petanda diletakkan pada daerah lekukan anus.



3.      Melakukan tindakan kolostomi neonatus, tindakan ini harus segera diambil jika tidak ada evakuasi mekonium.
Kondisi Rising (i bulan) setelah operasi colostomi, karena menderaita Atresia Ani (tidak memiliki anus).
4.      Pada stenosis yang berat perlu dilakukan dilatasi setrap hari dengan kateter uretra, dilatasi hegar,atau spekulum hidung berukuran kecil selanjutnya orang tua dapat melakukan dilatasi sendiri dirumah dengan jari tangan yangdilakukan selama 6 bulan sampai daerah stenosis melunak dan fungsi defekasi mencapai keadaan normal.
5.      Melakukan operasi anapelasti perineum yang kemudian dilanjutkan dengan dilatasi pada anus yang baru pada kelainan tipe dua.
6.      Pada kelainan tipe tiga dilakukan pembedahan rekonstruktif melalui anoproktoplasti pada masa neonatus
7.      Melakukan pembedahan rekonstruktif antara lain:
o    Operasi abdominoperineum pada usia (1 tahun)
o    Operasi anorektoplasti sagital posterior pada usia (8-!2 bulan)
o    Pendekatan sakrum setelah bayi berumur (6-9 bulan)
8.      Penanganan tipe empat dilakukan dengan kolostomi kemudian dilanjutkan dengan operasi"abdominalpull-through"manfaat kolostomi adalah antara lain:
o    Mengatasi obstruksi usus
o    Memungkinkan pembedahan rekonstruktif untuk dikerjakan dengan lapangan operasi yang bersih
o    Memberi kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan pemeriksaan lengkap dalam usaha menentukan letak ujung rektum yang buntu serta menemukan kelainan bawaan yang lain.
Teknik terbaru dari operasi atresia ani ini adalah teknik Postero Sagital Ano Recto Plasty (PSARP). Teknik ini punya akurasi tinggi untuk membuka lipatan bokong pasien. Teknik ini merupakan ganti dari teknik lama, yaitu Abdomino Perineal Poli Through (APPT). Teknik lama ini punya resiko gagal tinggi karena harus membuka dinding perut.


                iii.            Pemeriksaan Penunjang
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut : 
1.      Pemeriksaan radiologis    
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal. 
2.      Sinar X terhadap abdomen          
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.
3.      Ultrasound terhadap abdomen    
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.      
4.      CT Scan   
Digunakan untuk menentukan lesi.          
5.      Pyelografi intra vena        
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.         
6.      Pemeriksaan fisik rectum 
Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari. 
7.      Rontgenogram abdomen dan pelvis        
Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan traktus urinarius.                          











BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Atresia ani adalah kelainan congenital anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan.
Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau tiga bulan. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan.
B.      Saran
Perlu dilakukan pemeriksaan dengan NGT untuk mencari ada tidaknya atresia pada bayi baru lahir terutama dengan faktor resiko ibu yang memiliki polihidramnion ataupun tanda dari bayi seperti mulut berbuih, air liur yang terus keluar, batuk dan sesak nafas, ataupun kembung. Dalam perujukan, perlu dilakukan tindakan khusus saat pemindahan, yaitu untuk mencegah hipotermia, sumbatan jalan nafas dan aspirasi dengan suction berulang, dan gangguan sirkulasi seperti dehidrasi, hipoglikemia dan gangguan elektrolit dengan pemberian cairan intravena.
Beberapa kelainan bawaan tidak dapat dicegah, tetapi ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko terjadinya kelainan bawaan:
·         Tidak merokok dan menghindari asap rokok
·         Menghindari alcohol
·         Menghindari obat terlarang
·         Memakan makanan yang bergizi dan mengkonsumsi vitamin prenatal
·         Melakukan olah raga dan istirahat yang cukup
·         Melakukan pemeriksaan prenatal secara rutin
·         Mengkonsumsi suplemen asam folat
·         Menjalani vaksinasi sebagai perlindungan terhadap infeksi
·         Menghindari zat-zat yang berbahaya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar