BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bayi baru lahir ( neonatus ) adalah bayi, dari lahir
sampai usia 4 minggu lahir biasanya dengan usia gestasi 38-42 minggu. ( Donna
L. Wong, 2003 ).
Cacat bawaan merupakan suatu keadaan cacat lahir pada
neonatus yang tidak diinginkan kehadirannya oleh orang tua maupun petugas
medis. Perhatian kita terhadap cacat bawaan masih sangat kurang, sedangkan
negara kita saat ini telah berhasil dalam program KB serta telah
memasyarakatkan NKKBS, maka pada zaman sekarang ini masalah kualitas hidup anak
merupakan prioritas utama bagi Program kesehatan Nasional. Salah satu faktor
yang mempengaruhi kualitas hidup anak adalah cacat bawaan.
Laporan dari beberapa penelitian dari dalam maupun
dari luar negeri angka kejadian cacat bawaan dari tahun ke tahun cenderung
meningkat. Angka kematian bayi baik didalam maupun diluar negeri dari tahun
ketahun semakin lama semakin turun , tetapi penyebab kematian mulai bergeser.
Sebelumnya penyebab kematian pada bayi sebagian besar disebabkan masalah
sepsis, asfiksia, dan sindrom distres nafas, maka akhir-akhir ini mulai
bergeser pada masalah cacat bawaan, begitu juga penyebab kematian anak-anak
yang tadi nya masalah nutrisi dan infeksi sangat dominan, tetapi masalah cacat.
Cacat bawaan adalah keadaan cacat yang terjadi
sebelum terjadi kelahiran. Istilah anomali kongenital adalah cacat fisik maupun
non fisik, sedangkan malformasi dan dismorfi kongenital diartikan berupa cacat
fisik saja
Atresia merupakan kelaianan kongenital yang cukup
sering dengan insidensi rata-rata sekitar 1 setiap 2500 hingga 3000 kelahiran
hidup. Insidensi AE di Amerika Serikat 1 kasus setiap 3000 kelahiran hidup. Di
dunia, insidensi bervariasi dari 0,4 – 3,6 per 10.000 kelahiran hidup.
Insidensi tertinggi terdapat di Finlandia yaitu 1 kasus dalam 2500 kelahiran
hidup.
Masalah pada atresia retri dan anus adalah
ketidakmampuan untuk menelan, makan secara normal, bahaya aspirasi termasuk
karena saliva sendiri dan sekresi dari lambung.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas penulis dapat merumuskan permasalahannya yaitu
“
Bagaimana Tata Pelaksanaan Bayi dengan Kelainan Atresia Retri
dan Anus ”.
C. Tujuan Penulisan
Ø Tujuan Umum
Melalui makalah ini di harapkan mahasiswi dapat
mengerti dan memahami serta mengetahui lebih detail tentang Atresia Retri dan
Anus.
Ø Tujuan Khusus
Tujuan penulisan dari makalah ini adalah:
1.
Untuk memenuhi tugas Askeb Neonatus
2.
Mengerti mengenai Pengertian, etiologi, patofisiologi, klinis,
diagnosis, anomali penyerta, penatalaksanaan, dari Atresia Retri dan Anus
3.
Dapat mencurigai, melakukan pemeriksaan untuk
mendiagnosa, dan memberi penatalaksanaan sementara untuk mencegah komplikasi,
untuk selanjutnya merujuk pasien dengan atresia esofagus
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Atresia Rekti dan Anus
Istilah atresia
berasal dari bahasa Yunani yaitu “a” yang berarti tidak ada dan trepsis yang
berarti makanan atau nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia adalah suatu keadaan
tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal.
Atresia ani adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai lubang keluar (Walley,1996). Ada juga yang menyebutkan bahwa atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi, 2001). Sumber lain menyebutkan atresia rekti dan anus adalah kondisi dimana rectal terjadi gangguan pemisahan kloaka selama pertumbuhan dalam kandungan.
Atresia rekti dan anus adalah kelainan congenital anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan. Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum.
Atresia ani adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai lubang keluar (Walley,1996). Ada juga yang menyebutkan bahwa atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi, 2001). Sumber lain menyebutkan atresia rekti dan anus adalah kondisi dimana rectal terjadi gangguan pemisahan kloaka selama pertumbuhan dalam kandungan.
Atresia rekti dan anus adalah kelainan congenital anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan. Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum.
Atresia Ani
B.
Patofisiologi Atresia Rekti dan Anus
Terjadinya
anus imperforata karena kelainan kongenital dimana saat proses perkembangan
embrionik tidak lengkap pada proses perkembangan anus dan rektum. Dalam
perkembangan selanjutnya ujung ekor dari belakang berkembang jadi kloaka yang
juga akan berkembang jadi genito urinari dan struktur anorektal. Atresia anal
ini terjadi karena ketidaksempurnaannya migrasi dan perkembangan struktur kolon
antara 7- 10 minggu selama perkembangan janin. Kegagalan migrasi tersebut juga
karena gagalnya agenesis sakral dan abnormalitas pada daerah uretra dan vagina
atau juga pada proses obstruksi. Anus imperforata dapat terjadi karena tidak
adanya pembukaan usus besar yang keluar anus sehingga menyebabkan feses tidak
dapat dikeluarkan.
C. Etiologi Atresia Rekti dan Anus
Etiologi secara pasti atresia rekti dan anus belum diketahui, namun ada sumber mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada kelainan bawaananus umumnya tidak ada kelainan rectum, sfingter, dan otot dasar panggul. Namun demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai. Menurut peneletian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia rekti dan anus. Orang tua yang mempunyai gen carrier penyakit ini mempunyai peluang sekitar 25% untuk diturunkan pada anaknya saat kehamilan. 30% anak yang mempunyai sindrom genetic, kelainan kromosom atau kelainan congenital lain juga beresiko untuk menderita atresia rekti dan anus. Sedangkan kelainan bawaan rectum terjadi karena gangguan pemisahan kloaka menjadi rectum dan sinus urogenital sehingga biasanya disertai dengan gangguan perkembangan septum urorektal yang memisahkannya.
Faktor predisposisi
Atresia rekti dan anus dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat lahir seperti :
- Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada vertebral, anal, jantung, trachea, esofahus, ginjal dan kelenjar limfe).
- Kelainan sistem pencernaan.
- Kelainan sistem pekemihan.
- Kelainan tulang belakang.
D. Tanda dan Gejala Atresia Rekti dan Anus
Tanda dan Gejala atresia anus :
·
Bayi muntah – muntah pada umur 24 – 48 jam.
·
Sejak lahir tidak ada defekasi mekpnium
·
Anus tampak merah, usus melebar, kadang-kadang
ileus obstruksi.
·
Termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan
oleh jaringan.
·
Pada auskultasi terdengar hiperperistaltik.
·
Pada fistula trakeoesofagus, cairan lambung juga
dapat masuk ke dalam paru, oleh karena itu bayi sering sianosis.
E. Komplikasi Atresia Rekti dan Anus
Komplikasi yang
dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain :
a. Asidosis hiperkioremia.
b. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
c. Kerusakan uretra (akibat prosedur
bedah).
d. Komplikasi jangka panjang.
- Eversi
mukosa anal
- Stenosis
(akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis)
e. Masalah atau kelambatan yang
berhubungan dengan toilet training.
f. Inkontinensia (akibat stenosis
awal atau impaksi)
g. Prolaps mukosa anorektal.
h. Fistula kambuan (karena
ketegangan diare pembedahan dan infeksi)
F. Klasifikasi
Atresia Rekti dan Anus
Secara fungsional, pasien atresia
rekti dan anus dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu :
- Yang tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus gastrointestinalis dicapai melalui saluran fistula eksterna. Kelompok ini terutma melibatkan bayi perempuan dengan fistula rectovagina atau rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini sering dengan bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus yang adequate sementara waktu.
- Yang tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk jalam keluar tinja. Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan dekompresi spontan kolon, memerlukan beberapa bentuk intervensi bedah segera. Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu :
1) Anomali rendah
Rectum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborectalis, terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius.
2) Anomali intermediet
Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis; lesung anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
Rectum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborectalis, terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius.
2) Anomali intermediet
Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis; lesung anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
3) Anomali tinggi
Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini biasanya berhungan dengan fistuls genitourinarius – retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit perineum lebih daai1 cm.
Sedangkan menurut klasifikasi Wingspread (1984), atresia rekti dan anus dibagi 2 golongan yang dikelompokkan menurut jenis kelamin. Pada laki – laki golongan I dibagi menjadi 4 kelainan yaitu kelainan fistel urin, atresia rectum, perineum datar dan fistel tidak ada.
Sedangkan pada perempuan golongan I dibagi menjadi 5 kelainan yaitu kelainan kloaka, fistel vagina, fistel rektovestibular, atresia rectum dan fistel tidak ada.
Golongan II pada laki – laki dibagi 4 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, membran anal, stenosis anus, fistel tidak ada. Fistel perineum sama dengan pada wanita ; lubangnya terdapat anterior dari letak anus normal.
Sedangkan golongan II pada perempuan dibagi 3 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, stenosis anus dan fistel tidak ada. Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva dan tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu menimbulkan obstipasi. Pada stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang seharusnya, tetapi sangat sempit.
Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini biasanya berhungan dengan fistuls genitourinarius – retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit perineum lebih daai1 cm.
Sedangkan menurut klasifikasi Wingspread (1984), atresia rekti dan anus dibagi 2 golongan yang dikelompokkan menurut jenis kelamin. Pada laki – laki golongan I dibagi menjadi 4 kelainan yaitu kelainan fistel urin, atresia rectum, perineum datar dan fistel tidak ada.
Sedangkan pada perempuan golongan I dibagi menjadi 5 kelainan yaitu kelainan kloaka, fistel vagina, fistel rektovestibular, atresia rectum dan fistel tidak ada.
Golongan II pada laki – laki dibagi 4 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, membran anal, stenosis anus, fistel tidak ada. Fistel perineum sama dengan pada wanita ; lubangnya terdapat anterior dari letak anus normal.
Sedangkan golongan II pada perempuan dibagi 3 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, stenosis anus dan fistel tidak ada. Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva dan tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu menimbulkan obstipasi. Pada stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang seharusnya, tetapi sangat sempit.
G. Penyebab Atresia Rekti dan Anus
Atresia
dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas
dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam
kandungan berusia 12 minggu/3 bulan
3. Adanya gangguan atau berhentinya
perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus
urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.
4. Atresia ani dapat dikelompokkan menjadi
beberapa tipe:
5. Saluran anus atau rektum bagian bawah
mengalami stenosis dalam berbagai derajat
6. Terdapat suatu membran tipis yang menutupi
anus karena menetapnya membran anus
7. Anus tidak terbentuk dan rektum berakhir
sebagai suatu suatu kantung yang buntu terletak pada jarak tertentu dari kulit
di daerah anus yang seharusnya terbentuk (lekukan anus)
8. Saluran anus dan rektum bagian bawah
membentuk suatu kantung buntu yang terpisah, pada jarak tertentu dari ujung
rektum yang berakhir sebagai kantung buntu.
9. Kelainan yang berdasarkan hubungan antara
bagian terbawah rektum yang normal dengan otot puborektalis yang memiliki
fungsi sangat penting dalam proses defekasi, dikenal sebagai klasifikasi
melboume.
10. Kelainan letak rendah, Rektum telah
menembus "lebator sling" sehingga sfingter ani internal dalam keadaan
utuh dan dapat berfungsi normal contohnya berupa stenosis anus (tertutupnya
anus oleh suatu membran tipis yang seringkali disertai fistula anokutaneus dan
anus ektopikyang selalu terletak dianterior lokasi anus yang normal).
11. Rektum berupa kelainan letak tengah di
daerah anus seharusnya terbentuk secara lazim terdapat lekukan anus
(analdimple) yang cukup dalam. Namun, pada kelainan yang jarang ditemukan ini
sering terdapat fistula rektouretra yang menghubungkan rektum yang buntu dengan
uretra pars bulbaris.
12. Kelainan letak tinggi Kelainan ini lebih
banyak ditemukan pada bayi laki-laki, sebaliknya kelinan letak redah sering
ditemukan pada bayi perempuan. Pada perempuan dapat ditemukan fistula -and
kutaneus, fistula rektoperinium dan fistula rektovagina. Sedangkan pada
laki-laki dapat ditemukan dua bentuk fistula yaitu fistula ektourinaria dan
fistula rektoperineum. Fistula ini menghubungkan rektum dengan kandung kemih
pada daerah trigonum vesika. Fistula tidak dapat dilalui jika mekonoium jika
brukuran sangat kecil, sedangkan fistula dapat mengeluarkan mekonium dalam
rektum yang buntu jika berukuran cukup besar. Oleh karena itu, dapat terjadi
kelainan bentuk anorektum disertai fistula. Kelainan bawaan anus juga dapat
disebabkan gangguan pertumbuhan dan fusi. Gangguan pemisahan kloaka menjadi
rektum dan sinus urogenital.
H. Diagnosis Atresia Rekti dan Anus
- Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir
- Tidak ditemukan anus, kemungkinan ada fistula
- Bila ada fistula pada perineum (mekonium +) kemungkinan letak rendah
Untuk menegakkan diagnosis Atresia Ani adalah dengan
anamnesis dan pemeriksaan perineum yang teliti .Cara penegakan diagnosis pada kasus atresia ani atau anus imperforata
adalah semua bayi yang lahir harus dilakukan pemasukan termometer melalui
anusnya, tidak hanya untuk mengetahui suhu tubuh, tapi juga untuk mengetahui
apakah terdapat anus imperforata atau tidak.
I. Gambaran Klinis Atresia Rekti dan Anus
Pada
golongan 3 hampir selalu disertai fistula. Pada bayi wanita sering ditemukan
fistula rektavaginal (dengan gejala bila bayi buang air besar feses keluar dari
vagina) dan jarang rektoperineal. Untuk mengetahui kelainan ini secara dini
pada semua bayi baru lahir harus dilakukan colok anus dengan menggunakan
termometer yang dimasukkan sampai sepanjang 2 cm ke dalam anus. Atau dapat juga
dengan jari kelingking yang memakai sarung tangan. Jika terdapat kelainan maka
termometer/jari tidak dapat masuk. Bila anus terlihat normal dan penyumbatan
terdapat lebih tinggi dari perineum, gejala akan timbul dalam 24-48 jam setelah
lahir berupa perut kembung, muntah dan berwarna hijau.
J. Penatalaksanaan Atresia Rekti dan Anus
Penanganan
secara preventif antara lain:
1. Kepada ibu hamil hingga kandungan
menginjak usia tiga bulan untuk berhati-hati terhadapobat-obatan,makananawetan
dan alkohol yang dapat menyebabkan atresia ani
2. Memeriksa lubang dubur bayi saat baru
lahir karena jiwanya terancam jika sampai tigaharitidakdiketahuimengidapatresia
ani karena hal ini dapat berdampak feses atautinjaakantertimbunhinggamendesakparu-parunya.
3. Pengaturan diet yang baik dan pemberian
laktulosa untuk menghindari konstipasi.
i.
Penanganan Medis
1. Eksisi membran anal
2. Fistula, yaitu dengan melakukan kolostomi
sementara dan setelah umur 3 bulan dilakukan koreksi sekaligus.
ii.
Rehabilitasi Dan Pengobatan
1. Melakukan pemeriksaan colok dubur
2.
Melakukan
pemeriksaan radiologik Pemeriksaan foto rontgen bermanfaat dalam usaha
menentukan letak ujung rectum yang buntu setelah berumur 24jam, bayi harus
diletakkan dalam keadaan posisi terbalik sellama tiga menit, sendi panggul
dalam keadaan sedikitekstensilalu dibuat foto pandangan anteroposterior dan
lateral setelah petanda diletakkan pada daerah lekukan anus.
3. Melakukan tindakan kolostomi neonatus,
tindakan ini harus segera diambil jika tidak ada evakuasi mekonium.
Kondisi
Rising (i bulan) setelah operasi colostomi, karena menderaita Atresia Ani
(tidak memiliki anus).
4. Pada stenosis yang berat perlu dilakukan
dilatasi setrap hari dengan kateter uretra, dilatasi hegar,atau spekulum hidung
berukuran kecil selanjutnya orang tua dapat melakukan dilatasi sendiri dirumah
dengan jari tangan yangdilakukan selama 6 bulan sampai daerah stenosis melunak
dan fungsi defekasi mencapai keadaan normal.
5. Melakukan operasi anapelasti perineum yang
kemudian dilanjutkan dengan dilatasi pada anus yang baru pada kelainan tipe
dua.
6. Pada kelainan tipe tiga dilakukan
pembedahan rekonstruktif melalui anoproktoplasti pada masa neonatus
7. Melakukan pembedahan rekonstruktif antara
lain:
o
Operasi
abdominoperineum pada usia (1 tahun)
o
Operasi
anorektoplasti sagital posterior pada usia (8-!2 bulan)
o
Pendekatan
sakrum setelah bayi berumur (6-9 bulan)
8. Penanganan tipe empat dilakukan dengan
kolostomi kemudian dilanjutkan dengan
operasi"abdominalpull-through"manfaat kolostomi adalah antara lain:
o
Mengatasi
obstruksi usus
o
Memungkinkan
pembedahan rekonstruktif untuk dikerjakan dengan lapangan operasi yang bersih
o
Memberi
kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan pemeriksaan lengkap dalam usaha
menentukan letak ujung rektum yang buntu serta menemukan kelainan bawaan yang
lain.
Teknik terbaru dari operasi atresia ani
ini adalah teknik Postero Sagital Ano Recto Plasty (PSARP). Teknik ini punya
akurasi tinggi untuk membuka lipatan bokong pasien. Teknik ini merupakan ganti
dari teknik lama, yaitu Abdomino Perineal Poli Through (APPT). Teknik lama ini
punya resiko gagal tinggi karena harus membuka dinding perut.
iii.
Pemeriksaan Penunjang
Untuk
memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
1. Pemeriksaan
radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
2. Sinar
X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.
3. Ultrasound
terhadap abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.
4. CT
Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
Digunakan untuk menentukan lesi.
5. Pyelografi
intra vena
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
6. Pemeriksaan
fisik rectum
Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari.
Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari.
7. Rontgenogram
abdomen dan pelvis
Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan traktus urinarius.
Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan traktus urinarius.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Atresia ani adalah kelainan congenital anus dimana
anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan
pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan.
Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau tiga bulan. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan.
Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau tiga bulan. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan.
B. Saran
Perlu dilakukan pemeriksaan dengan NGT untuk mencari
ada tidaknya atresia pada bayi baru lahir terutama dengan faktor resiko ibu
yang memiliki polihidramnion ataupun tanda dari bayi seperti mulut berbuih, air
liur yang terus keluar, batuk dan sesak nafas, ataupun kembung. Dalam
perujukan, perlu dilakukan tindakan khusus saat pemindahan, yaitu untuk
mencegah hipotermia, sumbatan jalan nafas dan aspirasi dengan suction berulang,
dan gangguan sirkulasi seperti dehidrasi, hipoglikemia dan gangguan elektrolit
dengan pemberian cairan intravena.
Beberapa kelainan bawaan tidak dapat dicegah, tetapi
ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko terjadinya
kelainan bawaan:
·
Tidak merokok dan menghindari asap rokok
·
Menghindari alcohol
·
Menghindari obat terlarang
·
Memakan makanan yang bergizi dan mengkonsumsi
vitamin prenatal
·
Melakukan olah raga dan istirahat yang cukup
·
Melakukan pemeriksaan prenatal secara rutin
·
Mengkonsumsi suplemen asam folat
·
Menjalani vaksinasi sebagai perlindungan
terhadap infeksi
·
Menghindari zat-zat yang berbahaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar