BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Atresia esofagus termasuk kelompok
kelainan kongenital yang terdiri atas gangguan kontinuitas esofagus dengan atau
tanpa hubungan persisten dengan trakea. Pada penyakit ini, terdapat suatu
keadaan dimana bagian proksimal dan distal esofagus tidak berhubungan. Pada
bagian atas esofagus mengalami dilatasi yang kemudian berakhir sebagai kantung
dengan dinding muskuler yang mengalami hipertrofi yang khas memanjang sampai
pada tingkat vertebra torakal segmen 2-4. Bagian distal esofagus merupakan
bagian yang mengalami atresia dengan diameter yang kecil dan dinding muskuler
yang tipis. Bagian ini meluas sampai bagian atas diafragma).
Sekitar 50% bayi dengan atresia
esofagus juga mengalami beberapa anomali terkait. Malformasi kardiovaskuler,
malformasi rangka termasuk hemivertebra, dan perkembangan abnormal radius serta
malformasi ginjal dan urogenital sering terjadi; semua kelainan itu disebut
sindrom vacterl (vertebral defect, malformasi anorektal, defek kardiovaskuler,
defek trakeoesofagus, kelainan ginjal , dan defek pada anggota tubuh).
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana penatalaksanaan dalam penanganan atresia
esofagus
1. Tujuan umum
Tujuan umum dari kami mempelajari makalah ini adalah untuk
mengetahui lebih mendalam tentang atresia esofagus
2. Tujuan khusus
1. Mengetahui pengertian dari atresia esofagus
2. Mengetahui etiologi atresia esofagus
3. Mengetahui patofisiologi atresia esofagus
4. Mengetahui tanda dan gejala atresia esofagus
5. Mengetahui penatalaksanaan medis atresia esofagus
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
Atresia Esofagus
Atresia
esofagus adalah malpormasi yang disebabkan oleh kegagalan esofagus untuk
mengadakan pasase yang kontinu : esophagus mungkin saja atau mungkin juga tidak
membentuk sambungan dengan trakea (fistula trakeoesopagus) atau atresia
esophagus adalah kegagalan esophagus untuk membentuk saluran kotinu dari
faring ke lambung selama perkembangan embrionik adapun pengertian lain
yaitubila sebua segmen esoofagus mengalami gangguan dalam pertumbuhannya (congenital)
dan tetap sebaga bagian tipis tanpa lubang saluran.
Terdapat suatu penyakit yang sering
menyertai penyakit ini yakni fistula trakeoesofagus. Fistula trakeoesofagus
adalah suatu kelainan hubungan antara trakea dan esofagus. Jika berhubungan
dengan atresia esofagus biasanya fistula terdapat antara bagian distal segmen
esofagus dan bagian trakea yang letaknya di atas karina. Meskipun begitu, kedua
kelainan ini dapat pula muncul pada beberapa tingkat antara kartilago krikoid
dan karina, fistula trakeosofagus dapat juga berjalan oblik pada bagian akhir
proksimal trakea atau pada tingkat vertebra torakal segmen kedua.
Lebih jarang atresia esofagus atau
fistula trakeoesofagus terjadi sendiri-sendiri atau dengan kombinasi yang aneh.
Pada 86% kasus terdapat fistula trakeo esofagus di distal, pada 7% kasus tanpa
fistula. Sementara pada 4% kasus terdapat fistula trakeo esofagus tanpa atresia,
terjadi 1 dari 2500 kelahiran hidup.
2.2 Tipe Atresia Esofagus
·
Tipe A
(5% sampai 8%) kantong buntu disetiap ujung asofagus, terpisah jauh dan tanpahubungan ke trakea
(5% sampai 8%) kantong buntu disetiap ujung asofagus, terpisah jauh dan tanpahubungan ke trakea
·
Tipe B
(jarang) kantong buntu disetiap ujung esophagus dengan fistula dari trakea ke segmen esophagus bagian atas.
(jarang) kantong buntu disetiap ujung esophagus dengan fistula dari trakea ke segmen esophagus bagian atas.
·
Tipe C
(80% sampai 95%) segmen esophagus proksimal berakhir pada kantong buntu, dan segmen distal dihbungkan ke trakea atau bronkus primer dan fistula pendek pada atau dekat bifurkasi.
(80% sampai 95%) segmen esophagus proksimal berakhir pada kantong buntu, dan segmen distal dihbungkan ke trakea atau bronkus primer dan fistula pendek pada atau dekat bifurkasi.
·
Tipe D (jarang)
Kedua segmen esophagus atas dan bawah dihubungkan ke trakea.
Kedua segmen esophagus atas dan bawah dihubungkan ke trakea.
·
Tipe E (jarang disbanding A atau C)
Sebaliknya trakea dan esophagus nomal dihubungkan dengan fistula umum.
Sebaliknya trakea dan esophagus nomal dihubungkan dengan fistula umum.
I.
Insiden
Secara internasional penemuan
penyakit ini jarang tergantung pada kawasan yang berbeda di seluruh dunia,
dimana diperkirakan sekitar 0,4-3,6 kasus per-10.000 kelahiran. Di Amerika
Utara insiden dari Atresia Esofagus berkisar 1:3000-4500 dari kelahiran hidup,
dimana sepertiganya merupakan kelahiran prematur. Angka ini makin lama makin
menurun dengan sebab yang belum diketahui. Secara internasional angka kejadian
paling tinggi terdapat di Finlandia yaitu 1:2500 kelahiran hidup. Atresia
Esofagus 2-3 kali lebih sering pada janin yang kembar.
II.
Epidemiologi
Atresia esofagus pertama kali
dikemukakan oleh Hirschprung seorang ahli anak dan Copenhagen pada abad 17
tepatnya pada tahun 1862 dengan adanya lebih kurang 14 kasus atresia esophagus.
Kelainan ini sudah diduga sebagai suatu malformasi dari traktus
gastrointestinal.
Meskipun sejarah penyakit atresia
esofagus dan fistula trakeoesofagus telah dimulai pada abad ke 17, namun
penanganan bedah terhadap anomali tersebut tidak berubah sampai tahun 1869.
Baru pada tahun 1939, Leven dan Ladd telah berhasil menyelesaikan penanganan
terhadap atresia esophagus. Lalu di tahun 1941 seorang ahli bedah Cameron
Haigjit dad Michigan telah berhasil melakukan operasi pada atresia esofagus dan
sejak itu pulalah bahwa Atresia Esofagus sudah termasuk kelainan kongenital
yang bisa diperbaiki.
Kecenderungan peningkatan jumlah
kasus atresia esophagus tidak berhubungan dengan ras tertentu. Namun dari suatu
penelitian didapatkan bahwa insiden atresia esophagus paling tinggi ditemukan
pada populasi kulit putih (1 kasus per10.000 kelahiran) dibanding dengan
populasi non-kulit putih (0,55 kasus per 10.000 kelahiran).
Jenis kelamin laki-laki memiliki resiko yang lebih tinggi dibandingkan pada
perempuan untuk mendapatkan kelainan atresia esophagus. Rasio kemungkinan untuk
mendapatkan kelainan esophagus antara laki-laki dan perempuan adalah sebesar
1,26:1. Atresia esophagus dan fistula trakeoesofagus adalah kelainan kongenital
pada neonatus yang dapat didiagnosis pada waktu-waktu awal kehidupan. Beberapa
penelitian menemukan insiden atresia esophagus lebih tinggi pada ibu yang
usianya lebih muda dari 19 tahun dan usianya lebih tua dari 30 tahun, dimana
beberapa penelitian lainnya juga mengemukakan peningkatan resiko atresia
esophagus terhadap peningkatan umur ibu.
III.
Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui zat teratogen apa yang bisa menyebabkan
terjadinya kelainan atresia esophagus, hanya dilaporkan angka rekuren sekitar 2
% jika salah satu dari saudara kandung yang terkena. Atresia esophagus lebih
berhubungan dengan sindroma trisomi 21,13 dan 18 dengan dugaan penyebab
genetik. Namun saat ini, teori tentang terjadinya atresia esophagus menurut
sebagian besar ahli tidak lagi berhubungan dengan kelainan genetik. Perdebatan
tentang proses embriopatologi masih terus berlanjut.
Selama embryogenesis proses elongasi
dan pemisahan trakea dan esophagus dapat terganggu. Jika pemisahan
trekeoesofageal tidak lengkap maka fistula trakeoesofagus akan terbentuk. Jika
elongasi melebihi proliferasi sel sebelumnya, yaitu sel bagian depan dan
belakang jaringan maka trakea akan membentuk atresia esophagus.
Atresia esophagus dan fistula
trakeoesofagus sering ditemukan ketika bayi memiliki kelainan kelahiran seperti
:
- Trisomi
- Gangguan saluran pencernaan lain (seperti hernia diafragmatika, atresia duodenal, dan anus imperforata).
- Gangguan jantung (seperti ventricular septal defect, tetralogifallot, dan patent ductus arteriosus).
- Gangguan ginjal dan saluran kencing (seperti ginjal polisistik atau horseshoe kidney, tidak adanya ginjal,dan hipospadia).
- Gangguan Muskuloskeletal
- Sindrom VACTERL (yang termasuk vertebr, anus, candiac, tracheosofagealfistula, ginjal, dan abnormalitas saluran getah bening).
- Lebih dari setengah bayi dengan fistula atau atresia esophagus memiliki kelainan lahir lai
IV. Anatomi
Esophagus adalah sebuah saluran yang
terdiri atas otot yang menghubungkan faring dengan gaster. Pada pangkalnya
esophagus terletak pada linea mediana, ketika masuk kedalam kavum thoraks
tergeser sedikit ke sebelah kiri linea mediana. Disebelah ventral esophagus
terdapat trakea, bronkus kiri, pericardium, dan diafragma. Disebelah dorsal
esophagus terdapat dataran ventral columna vertebralis, arteri intercostale
desktra, duktus torakikus, dan vena hemiazigos.
Adapun vascularisasi esophagus
diperoleh dari percabangan arteri thyroidea inferior, aorta descendens, arteria
bronchialis, arteri gastrica sinistra, serta arteri pherenica inferior
sisnistra. Sedangkan innervasinya diperoleh dari cabang-cabang nervus
recurrens, nervus vagus dan truncus simpaticus.
V.
Patofisologi
Beberapa teori menjelaskan bahwa masalah
pada kelainan ini terletak pada proses perkembangan esophagus. Trakea dan
esophagus berasal dari embrio yang sama. Selama minggu keempat kehamilan,
bagian mesodermal lateral pada esophagus proksimal berkembang. Pembelahan galur
ini pada bagian tengah memisahkan esophagus dari trakea pada hari ke- 26 masa
gestasi.
Kelainan notochord, disinkronisasi mesenkim esophagus dan laju pertumbuhan
epitel, keterlibatan sel neural, serta pemisahan yang tidak sempurna dari
septum trakeosofageal dihasilkan dari gangguan proses apoptosis yang merupakan
salah satu teori penyebab embryogenesis atresia esophagus. Sebagai tambahan
bahwa insufisiensi vaskuler, faktor genetik, defisiensi vitamin, obat-obatan
dan penggunaan alkohol serta paparan virus dan bahan kimia juga berkontribusi
pada perkembangan atresia esophagus.
Berdasarkan pada teori-teori
tersebut, beberapa fektor muncul menginduksi laju dan waktu pertumbuhan dan
froliferasi sel pada proses embrionik sebelumnya. Kejadian ini biasa terjadi
sebelum 34 hari masa gestasi. Organ lainnya seperti traktus intestinal,
jantung, ginjal, ureter dan sistem masculoskeletal, juga berkembang pada waktu
ini, dan organ-organ tersebut tidak berkembang secara teratur dengan baik.
2.3 Klasifikasi Atresia Esofagus
Klasifikasi asli oleh Vogt tahun
1912 masih digunakan sampai saat ini. Gross pada tahun 1953 memodifikasi
klasifikasi tersebut, sementara Kluth 1976 menerbitkan “Atlas Atresia Esofagus”
yang terdiri dari 10 tipe utama, dengan masing-masing subtype yang dilaksanakan
pada klasifikasi asli dan Vogt.Hl ini terlihat lebih mudah intuk menggabarkan
kelainan anatomi dibandingkan memberi label yang sulit untuk dikenali. Adapun
kasifikasi atresia esophagus menurut Voght adalah sebagai berikut:
1. Atresia esophagus dengan fistula trakeoesofagus
distal
Merupakan gambar yang paling sering
pada proksimal esophagus, terjadi dilatasi dan penebalan dinding otot berujung
pada mediastinum superior setinggi vetebra thoracal III/IV. Esofagus distal
(Fistel), yang mana lebih tipis dan sempit, memasuki dinding posterior trakea
setinggi carina atau 1-2 cm diatasnya. Jarak antara esophagus proksimal yang
buntu dan fistula trakheaesofagus distal bervariasi mulai dari bagian yang
overlap hingga yang berjarak jauh.
2. Atresia esophagus terisolasi tanpa fistula
Esofagus distal dan proksimal
benar-benar berakhir tanpa hubungan dengan segmen esophagus proksimal, dilatasi
dan dinding menebal dan biasanya berakhir setinggi mediastinum posterior
sekitar vetebra thorakalis II. Esofagus distal pendek dan berakhir pada jarak
yang berbeda diatas diagframa.
3. Fistula trakeosofagus tanpa atresia
Terdapat hubungan seperti fistula
antara esophagus yang secara anatomi cukup intak dengan trachea. Traktus yang
seperti fistula ini biasa sangat tipis dengan diameter 3-5 mm dan umumnya
berlokasi pada daerah servikal paling bawah. Biasanya satu tapi pernah
ditemukan dua atau tiga fistula.
4. Atresia esofagus dengan fistula trakeoesofagus
proksimal
Gambar kelainan yang jarang
ditemukan namun perlu dibedakan dari jenis terisolasi. Fistula bukan pada ujung
distal esofagus tapi berlokasi 1-2 cm diatas dinding depan esofagus.
5. Atresia esofagus dengan fistula trakeoesofagus
distal dan proksimal
Pada kebanyakan bayi, kelainan ini
sering terlewati (misdiagnosa) dan diterapi sebagai atresia proksimal dan
fistula distal. Sebagai akibatnya infeksi saluran pernapasan berulang,
pemeriksaan yang dilakukan memperlihatkan suatu fistula dapat dilakukan dan
diperbaiki keseluruhan. seharusnya sudah dicurigai dari kebocoran gas banyak
keluar dari kantong atas selama membuat/merancang anastomase.
a)
DIFERENSIAL DIAGNOSIS
Diagnosis dari atresia
esofagus/fistula trakeoesofagus bisa ditegakkan sebelum bayi lahir. Salah satu
tanda awal dari atresia esofagus diketahui dari pemeriksaan USG prenatal yaitu
polihidramnion, dimana terdapat jumlah cairan amnion yang sangat banyak. Tanda
ini bukanlah diagnosa pasti tetapi jika ditemukan harus dipikirkan kemungkinan
atresia esofagus.
Selain itu, diagnosa esofagus juga
bisa ditentukan pada waktu diruang persalinan, karena aspirasi paru adalah
faktor yang menentukan prognosis. Kesulitan memasukkan kateter kedalam lambung
biasanya memperkuat kecurigaan. Kateter biasanya berhenti mendadak pada 10-11
cm dari garis gusi atas.
Akan tetapi untuk penentuan diagnosis yang terbaik akan dijelaskan secara
sistematik sebagai berikut:
- Memasukkan selang nasogastrik
- Rontgen esofagus menunjukkan adanya kantong udara dan adanya udara di lambung serta usus.
b) Klinik
Secara umum
atresia esofagus harus dicurigai pada pasien dengan :
(1). Kasus
polihidramnion ibu,
(2). Jika
kateter yang digunakan untuk resusitasi pada waktu lahir tidak bisa dimasukkan ke dalam lambung,
(3). Jika
bayi mengeluarkan sekresi mulut yang berlebihan,
(4). Jika tersendak,
sionosis, atau batu pada waktu berupaya menelan makanan.
c) TANDA DAN
GEJALA
Tanda dan Gejala-gejala kelainan ini
bervariasi tergantung dari tipe kelainan trakeoesofagus yang ada. Biasanya disertai hidramnion (60%)
dan hal ini pula yang menyebabkan kenaikan frekuensi bayi lahir prematur,
sebaiknya dari anamnesis didapatkan keterangan bahwa kehamilan ibu diertai
hidramnion hendaknya dilakukan kateterisasi esofagus. Bila kateter terhenti
pada jarak ≤ 10 cm, maka di duga atresia esofagus.
Bila pada bbl Timbul sesak yang disertai dengan air liur
yang meleleh keluar, di curigai terdapat atresia esofagus.
Segera setelah di beri minum, bayi akan berbangkis, batuk
dan sianosis karena aspirasi cairan kedalam jalan nafas.
Pada fistula trakeosofagus, cairan lambung juga dapat masuk
kedalam paru, oleh karena itu bayi sering sianosis.
Pada
bayi yang dengan hanya atresia, diagnosis biasanya dibuat setelah kelahiran.
Saliva tidak bisa terletak secara mengisi mulut dan nostril kemudian mengalami regurgitasi.
Bayi dengan fistula pada bagian proksimal menghambat pernafasan, distress, dan
sianosis selama makan. Pada bayi dengan atresia dan fistula distula, saliva
yang banyak dan regurgitasi muncul bersamaan dengan sianosis dan pneumonia
sekunder yang terjadi akibat refluks dari isi lambung. Selain itu, udara
biasanya masuk keperut, sehingga perut menjadi timpani dan mungkin menjadi
begitu kembung sehingga mengganggu pernapasan. Jika kedua fistula proksimal dan
distal ada, biasanya fistula proksimal yang memberikan gejala. Tipe yang
berikutnya merupakan tipe fistula trakeoesofagus tanpa atresia atau fistula
tipe-H, akan menimbulkan gejala batuk dan tersedak sewaktu makan, pneumonia
berulang dan distensi abdomen intermitten. Pada beberapa kasus yang jarang,
kelainan dapat diagnosis pada masa kanak-kanak. Sedangkan pada pasien dewasa
biasanya muncul dengan pneumonia rekuren dan bronkiektasis.
Pada neonatus dengan atresia
esofagus atau tracheasofageal fistual, trachea juga akan mengalami gangguan
yang dikenali sebagai tracheomalacia. Trhaceomalacia berarti trakea menjadi
lebih lunak dan rigiditasi lebih rendah dibanding normal. Tracheomalacia ini
mungkin bervariasi pada beberapa anak. Trahceaomalacia dapat menyebabkan
“barking cough”. Hal ini berpengaruh pada pertumbuhan. Terkadang tracheomalacia
lebih berat dan butuh penanganan tambahan.
d)
PENGOBATAN
1. Medik
Pengobatan
dilakukan dengan operasi.
Pada
penderita atresia anus ini dapat diberikan pengobatan sebagai beriikut :
v Fistula yaitu dengan melakukan
kolostomia sementara dan setelah 3 bulan dilakukan koreksi sekaligus.
v Eksisi membran anal.
Sebelum
dilakukan operasi, bayi diletakkan setengah duduk untuk mencegah terjadinya
regurgitasi cairan lambung ke dalam paru, cairan lambung harus sering diisap
untuk mencegah aspirasi.
e) KOMPLIKASI
Komplikasi yang bisa timbul setelah
operasi perbaikan pada atresia esofagus dan fistula atresia esophagus adalah
sebagai berikut :
1. Dismotilitas
esophagus. Dismotilitas terjadi karena kelemahan otot dingin esophagus.
Berbagai tingkat dismotilitas bisa terjadi setelah operasi ini. Komplikasi ini
terlihat saat bayi sudah mulai makan dan minum.
2.
Gastroesofagus refluk. Kira-kira 50 % bayi
yang menjalani operasi ini kana mengalami gastroesofagus refluk pada saat
kanak-kanak atau dewasa, dimana asam lambung naik atau refluk ke esophagus.
Kondisi ini dapat diperbaiki dengan obat (medical) atau pembedahan.
3.
Trakeo esogfagus fistula berulang.
Pembedahan ulang adalah terapi untuk keadaan seperti ini.
4.
Disfagia atau kesulitan menelan.
Disfagia adalah tertahannya makanan pada tempat esophagus yang diperbaiki.
Keadaan ini dapat diatasi dengan menelan air untuk tertelannya makanan dan
mencegah terjadinya ulkus.
5.
Kesulitan bernafas dan tersedak.
Komplikasi ini berhubungan dengan proses menelan makanan, tertaannya makanan
dan saspirasi makanan ke dalam trakea.
6.
Batuk kronis. Batuk merupakan gejala
yang umum setelah operasi perbaikan atresia esophagus, hal ini disebabkan
kelemahan dari trakea.
7. Meningkatnya
infeksi saluran pernafasan. Pencegahan keadaan ini adalah dengan mencegah
kontakk dengan orang yang menderita flu, dan meningkatkan daya tahan tubuh
dengan mengkonsumsi vitamin dan suplemen.
2.4 Gambaran Radiologi
Pemeriksaan radiologi biasanya digunakan sebagai screening non-invasif untuk
mendiagnosis penyakit motilitasi esofagus. Biasanya pasien dengan disfagi
memiliki beberapa pemeriksaan konvensional, seperti pemeriksaan barium atau
endoskopi.
Pada pelaksanaannya, bolus cairan atau makanan
berjalan sepanjang esofagus oleh karena tekanan peristaltik dan gravitasi.
Proses ini dikenal sebagai esofagus transit yang berbeda dengan esofagus
clearance yang merupakan suatu proses pengosongan esofagus dari refluks
bahan-bahan makanan yang berasal dari usus.
Terdapat beberapa pemeriksaan radiologi yang dapat menunjang diagnosis atresia
esofagus. Kesemua pemeriksaan tersebut akan dijelaskan sebagai berikut :
a) Foto Thoraks
Gambaran penebalan pada dinding posterior trakea merupakan suatu petunjuk
adanya kelainan pada esofagus. Dimana jika didapatkan penebalan difus pada
mediastium dengan air fluid level dapat disuspek dengan akalasia. Untuk massa
pada esofagus cukup jarang dideteksi dengan kunci untuk mengevaluasi motilitas,
refluks, dan aspirasi.
Pemeriksaan radiologi yang dilakukan adalah foto
thoraks termasuk abdomen atas dengan memasukkan sonde lambung kedalam esofagus,
kalau perlu kateter diisi kontras non-ionik. Diagnosis atresia esofagus dapat
dilakukan dengan pemeriksaan foto pada posisi postreroanterior (PA) dan
lateral. Dimana akan didapatkan gamabaran gulungan nasogastrik tube pada bagian
proksimal kantung esofagus. Selain itu, lokasi arkus aorta juga dapat terlihat.
Pneumonia asprisai (khususnya pada bagian lobus kanan atas) dan atelektasis
juga sering didapatkan.
Selain itu, gangguan motilitas akan ditemukan pada anak dengan atresia esofagus
dana dapat dilihat videofluoroskopi. Pada gangguan motilitas esofagus gambaran
yang didapatkan adalah penyempitan esofagus, transit esofagus yang melambat, dan
disorganisasi transit esofagus.
Berikut gambaran foto thorak yang didapatkan sesuai
dengan tipe atresia esofagus yang ada:
1. Atresia esofagus tanpa fistula.
v Dilatasi
dari kantong proksimal esofagus yang berisi udara, akan menyebabkan trakea maju
ke bagian depan.
v Abdomen yang
berisi gas mungkin terlihat. Udara normalnya terlihat di dalam perut 15 menit
setelah setelah kelahiran.
v Kantung
esofagus bagian bawah dapat dilihat dengan menggunakan barium atau pemasukan
dengan gastrostonomi.
2. Atresia esofagus dengan fistula distal.
v Distensi gas
pada bagian perut dan usus halus (disebabkan udara melewati fistula kemungkinan
akan ditemukan.
v Foto akan
memperlihatkan gambaran udara yang sedikit jika fistula okolusi.
v Sejumlah
udara akan terlihat pada esofagus, meskipun biasanya udara dalam esofagus pada
neonatus dan anak-anak normal.
3. Atresia esofagus dengan fistula proksimal.
v Pada
gamabaran radiografi, tanda-tandanya sama dengan yang didapatkan pada atresia
esofagus tanpa fistula.
v Abdomen yang
berisi gas dapat terlihat.
v Pemeriksaan
dengan menggunakan barium mungkin akan mengalami kegagalan dalam pemeriksaan
ini.
v Gambaran
fistula membutuhkan pemeriksaan videofluoroskopi selama pengisian pada kantung
proksimal.
4. Fistula tanpa atresia.
v Pneumonia rekuren
mungkin akan terlihat, dengan bentuk pneumonia secara umum.
v Penggambaran
fistula sulit dilakukan.
v Sejumlah
udara akan terlihat pada esophagus.
v Pemeriksaan
dengan kontras merupakan pemeriksaan pilihan untuk diagnosis. Kontrak non-ionik
merupakan pilihan kontras; dilusi barium dapat digunakan sebagai kontras
alternatif. Jika pasien diintubasi atau dengan foto kontas menunjukkan trakea
tanpa gambaran fistula, maka esofagram sebaiknya dilakukan.
b) Computed Tomography (CT)
Pemeriksaan CT-scan jarang dilakukan
untuk mendiagnosa atresia esofagus. Pemeriksaan ini merupakan periksaan 3
dimensi esofagus dalam hubungannya dengan struktur yang berdekatan. Biasanya
pemeriksaan ini digunakan pada pasien yang lebih dewasa. Gambar CT-scan
penampakan aksial sulit untuk diindefikasi; fistula kemungkinan hanya terlihat
sebagian. Pemeriksaan CT penampakan sagital selalu digunakan untuk diagnosis
atresia esofagus pada neonatus secara akurat. Metode ini dapat memperlihatkan
gambar panjang esofagus, lengkap dengan atresia, fistula dan batas-batasnya.
Pemeriksaan ini jika dikombinasikan dengan
endoskopi akan lebih memberi keuntungan, sebagai tambahan untuk memfasilitasi
pemahaman hubungan anatomi yang kompleks.
c) Ultrasonografi (USG)
USG merupakan pemeriksaan yang tidak
rutin dilakukan untuk diagnosis atresia esofagus setelah kelahiran, akan tetapi
dapat digunakan sebelum kelahiran. Pada pemeriksaan ini ditemukan adanya
gelembung udara pada perut fetus yang dikombinasikan dengan polihidramnion pada
ibu yang mengarah ke diagnosis atresia esofagos.
Diagnosa akurat meningkat jika
terdapat area anehoik pada bagian tengah leher fetus, tanda ini membedakan
atresia esofagus dengan penyakit-penyakit gangguan menelan.
Terdapatnya dilatasi kantung
esofagus yang buntu pada pemeriksaan ini dapat merujuk ke atresia esofagus.
tanda kantung ini telah didapatkan secara langsung pada usia 26 minggu masa
gestasi, tetapi onsetnya diperkirakan paling cepat 22 minggu. Kemungkinan
hubungan antara peningkatan tranlusens nuchal didapatkan pada trimester pertama
dan atresia esofagus telah ditemukan.
d) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Seperti pemeriksaan USG, MRI tidak
disarankan untuk diagnosa atresia esofagus pada bayi setelah kelahiran.
Meskipun begitu, MRI memberikan gambar esofagus dan sekitarnya pada posisi
sgital dan karonal, dan resolusi kontrasnya lebih baik dibandingkan CT-scan.
MRI sangat jarang digunakan untuk menjelaskan lokasi arkus aorta, tetapi sering
digunakan untuk diagnosa molformasi congenital.
Tidak seperti USG, pemeriksaan MRI
pada prenatal memberikan ganbar lesi sekitar esofagus dan hubungan dan hubungan
anatomi. MRI pada fetus memberikan bukti akurtat untuk diagnosis atresia
esofagus pada anak dengan resiko tinggi berdasarkan penemuan USG. Akan tetapi,
pemeriksaan MRI sulit untuk dilakukan pada kasus polihidramnion karena kualitas
gambar jelek.
e) Nuclear Imaging
Biasanya pemeriksaan ini tidak
digunakan untuk mrngevaluasi atresia esofogus. Meskipun demikian pemeriksaan
ini digunakan pada beberapa keluhan motilitas setelah perbaikan. Pemeriksaan
scintigraph dan radionuclide dapat mendeteksi dan menghitung esofagus transit,
esofagus clearance dan GER.
f) Angiografi
Angiografi umumya tidak digunakan
untuk diagnosis anak dengan atresia esofagus. Tetapi pemeriksaan biasa
digunakan untuk perencanaan penggantian atau perbaikan organ esofagus, jika hal
itu menjadi penanganan yang dipilih.
2.5 Diagnosis
Tanda awal dari atresia esofagus
pada bayi yang berupa polihidramnion menyebabkan atresia esofagus memiliki
banyak diferensial diagnosis, antara lain :
1. Atresia intestinal
2. Hidrofetalis
3. Cacat batang otak
4. Hernia difragmatika
5. Lesi intrathorakal
Atresia merupakan kasus gawat
darurat. Prabedah, penderita seharusnya ditengkurapkan untuk mengurangi
kemungkinan isi lambung masuk ke paru-paru. Kantong esofagus harus secara
teratur dikosongkan dengan pompa untuk mencegah aspirasi sekret. Perhatikan
yang cermat harus diberikan terhadap pengendalian suhu, fungsi respirasi, dan
pengelolaan anomaly penyerta.Sebelum dilaksanakan tindakan bedah, maka anomali
kogenital lain pada bayi terlebih dahulu dievaluasi. Foto thoraks dapat
mengevaluasi abnormalitas skeletal, malformasi kordiovaskular, pneumonia dan
lengkung aorta kanan. Foto abdomen bertujuan mengevaluasi abnormalitas
skeletal, obstruksi intestinal dan malrotasi. Foto thoraks dan abdomen biasanya
sudah mencukupi, penggunaan kontraks tidak terlaku sering dibutuhkan untuk
mengevaluasi atresia esofagus. Echocardiogram dan renal ultrasonogram mungkin
dapat membantu.
Terkadang karena keadaan penderita,
maka operasi dilakukan secara bertahap, tahap pertama biasanya adalah
pengikatan fistula dan pemasukan pipa gastrotomi untuk memasukkan makanan, dan
langkah kedua adalah anastomosis primer, makanan lewat mulut biasanya dapat
diterima. Esofagografi pada hari kesepuluh akan menolong keberhasilan
anastomosis.
Adapun komplikasi-komplikasi yang
bisa timbul setelah operasi perbaikan pada atresia esofagus dan fistula
trakeoesofagus adalah sebagai berikut:
a) Dismotilitas
Esofagus. Dismotilitas terjadi karena kelemahan otot dinding esofagus. Berbagai
tingkat dismotilitas bisa terjadi setelah operasi ini. Komplikasi ini terlihat
saat bayi sudah mulai makan dan minum.
b) Gastrosofagus
refluks. Kira-kira 50% bayi yang menjadi operasi ini akan mengalami
gastroesofagus refluks pada saat kanak-kanak atau dewasa, dimana asam lambung naik
atau refluks ke esofagus. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan obat (medikal)
atau pembedahan
c)
Fistula trakeosofagus berulang. Pembedahan
ulang adalah terapi untuk keadaan seperti ini.
d)
Disfagia atau kesulitan menelan.
Disfagia adalah tertahannya makanan pada tempat esofagus yang
diperbaiki.keadaan ini dapat diatasi dengan menelan air mutu tertelannya
makanan dan mencegah terjadinya ulkus.
e)
Kesulitan bernafas dan tersendak.
Konplikasi ini berhubungan dengan proses menalar makanan, terhadap makanan dan
aspirasi makanan kedalam trakea.
f)
Batuk kronis batuk merupakan gejala
yang umum setelah operasi perbaikan atresia esophagus. Hal ini disebabkan oleh
kelemahan dari trakea.
g)
Meningkatkan infeksi saluran
pernafasan.pencegahan keadaan ini adalah dengan mencegah kontak dengan orang
yang menderita Flu, dan meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi
vitamin dan suplemen.
2.6 Prognosis
Tahun 1962,
Waterson dkk membuat klasifikasi bayi yang lahir dengan Atresia Esofagus
menjadi 3 grup “Dengan harapan hidup yang berbeda”. Klasifikasi menurut BB
lahir dan kelainan lain yang berhubungan :
1. Menurut
Berat Badan Lahir
a) Grup A :
> 2500 gr dan baik
b)
Grup B : BB lahir > tinggi &
Pneumonia moderat dan kelainan kongenital
c) Grup C : BB
lahir > timggi & pneumonia berat dan kelainan kongenital berat.
Klasifikasi
ini merujuk pada 113 kasus yang ditangani dari RS Great Ormond Street dari
1951-1959. 38 bayi grup A, hampir semua selamat (95%) hanya 2 yang tidak. Dari
43 bayi di grup B, 29 selamat (68%) sementara hanya 2 bayi dari 32 yang selamat
di grup C.
Selama 40
tahun telah terjadi peningkatan angka survival rate berkaitan dengan diagnosa
dan terapi pada kelainan lain yang berhubungan. Kemajuan di bidang teknik
anestesi dan intensive care bagi neonatus cukup memuaskan.
Klasifikasi
waterson berdasarkan 357 bayi dengan atresia esofagus yang dirawat di rumah
sakit dari 1980-1992 :
1) Grup A. 153
dari 154 selamat (99%)
2)
Grup B. 72 dari 36 selamat (95%)
3) Grup C.101
dari 142 selamat (72%)
Jelaslah bahwa sistem klasifikasi berdasarkan resiko
baru diperlukan sesuai era yang sudah modern. Klasifikasi berdasarkan resiko,
baru meliputi berat badan lahir dan malfomasi jantung yang bertanggung jawab
pada sebagian besar kematian.
2. Klasifikasi Menurut Kelainan Lain Yang Menyertai
Klasifikasi menurut Spitz terhadap keselamatan pada
atresia esofagus :
Grup I : BB
lahir > 1500 gr tanpa kelainan jantung mayor (utama)
Grup II : BB
lahir < 1500 gr atau dengan kelainan jantung mayor
Grup III :
BB lahir < 1500 gr + kelainan jantung mayor
Kelainan jantung mayor didefinisikan sebagai kelainan jantung kongenital
sianotik yang memerlukan terapi paliatif atau lebih atau kelainan jantung
kongenital cyanotic yang memerlukan bedah untuk gagal jantung.
Berdasarkan klasifikasi scheme, angka keselamatan di grup I 96 %, grup II 59 %
dan grup III 22 % pada tahun 1980, tetapi sudah meningkat menjadi 98 %, 82% dan
58 % pada saat ini. Penelitian dari montreal mengidentifikasikan hanya
preoperative yang tergantung ventilator dan kelainan penyerta yang berat dengan
prognasis signifikan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Atresia esofagus merupakan suatu kelainan kongenital
dengan variasi fistulatrakeoesofageal maupun kelainan kongenital lainnya.
Atresia esofagus yang dapat dicurigai
sejak kehamilan, dan di diagnosa segera setelah bayi baru lahir. Bahaya utama
pada atresia esofagus adalah resiko aspirasi, sehingga perlu dilakukan suction
berulang. Penatalaksanaanya pada atresia esofagus adalah pembedahan, tetapi
tetap dapat meninggalkan komplikasi lebih lanjut yang berhubungan dengan
gangguan motilitas esofagus.
3.2 Saran
Perlu dilakukan pemeriksaan dengan NGT untuk mencari ada
tidaknya atresia esofagus pada bayi baru lahir terutama dengan faktor resiko
ibu yang memiliki polihidramnion ataupun tanda dari bayi seperti mulut berbusa,air
liur yang terus keluar, batuk, dan sesak nafas, ataupun kembung.Dalam
perujukan,perlu dilakukan tindakan khusus saat pemindahan, yaitu untuk mencegah
hipotermia, sumbatan jalan nafas dan aspirasi.Dengan suction berulang,dan gangguan
sirkulasi berulang, dan gangguan sirkulasi seperti dehidrasi, hipoglikemia dan
gangguan elektrolit dengan pemberian cairan intravena.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Lucile Packard Children’s Hospital.
Tracheosophageal fistula and esophagealatresia. [online]. [cited on 2008 Feb 18].
Available
from:URL: http://www.lpch.org/kids/index/html
2.
Depertament of Surgery University .
Esophageal atresia. [online]. [cited on 13 Desember 2008]. Available from:URL: http://www.umich.edu/pediactric/clinical.html
3.
Shienfield N. Esophageal atresia.
[online]. [cited on 21 Agustus 2008]. Available from:URL: http://www.pedsurg.ucsf.edu/index.html
4.
Blog HKS. Atresia esofagus.
[online]. [cited on 11 Desember 2008]. Available from:URL: http://www.ksuheimi.blogspot.com/2008/07/ateresia-esofagus/html
5.
Rasad S. Radiologi diagnostik. 2nd
Ed. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.2006.
6.
Kronemer KA, Warwick AS. Esophageal
atresia/tracheosophageal fistula. URL:http://www.emedicine/medscape/com/article/414368/imaging
7.
Kronemer KA, Warwick AS. Esophageal
atresia/tracheosophageal fistula. URL:http://www.emedicine/medscape/com/article/414368/multimedia
8.
Blair G. Esophageal Atresia With Or
Without Trakheoesophageal Fistula.http://www.emedicine.com[diakses 15 Februari 2008]2.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar