BAB I
PENDAHULUAN
Kelainan
kongenital adalah kelainan dalam pertumbuhan janin yang terjadi sejak konsepsi
dan selama dalam kandungan. Diperkirakan 10-20% dari kematian janin dalam
kandungan dan kematian neonatal disebabkan oleh kelainan kongenital. Khusunya
pada bayi berat badan rendah atau BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) diperkirakan
kira-kira 20%, diantaranya meninggal
karena kelainan kongenital dalam minggu pertama kehidupannya. Malformasi
kongenital merupakan kausa penting terjadinya keguguran, lahir mati, dan
kematian neonatal.Mortalitas dan morbiditas pada bayi pada saat ini masih
sangat tinggi, terjadi pada bayi yang mengalami penyakit bawaan. Salah satu
sebab morbiditas pada bayi adalah atresia duedoni esophagus, meningokel
eosephalokel, hidrosephalus, fimosis, hipospadia dan kelainan metabolik dan
endokrin. Sebagian besar penyakit bawaan pada bayi disebabkan oleh kelainan
genetik dan kebiasaan ibu pada saat hamil mengkonsumsi alkohol, rokok dan
narkotika.
Dari
uraian diatas diharapkan seorang bidan dapat melakukan penanganan secara
terpadu. Dari masalah yang ada diatas setidaknya dapat memberikan pertolongan
pertama dengan tujuan dapat menekan angka morbiditas dan mortalitas yang
tinggi, tetapi jika kondisi lebih parah kita harus melakukan rujukan ke rumah
sakit. Berdasarkan hal-hal diatas, makalah yang berjudul “Asuhan Neonatus Bayi
Balita dan Anak PraSekolah dengan Hirschsprung atau Cacat Bawaan dan
Penatalaksanaannya” ini disusun untuk mengkaji lebih jauh mengenai neonatus
dengan hirschsprung (kelainan kongenital) serta penatalaksanaannya sehingga
sebagai seorang bidan kita mampu memberikan asuhan neonatus dengan tujuan
meminimalisir angka kematian dan kesakitan pada neonatus sehingga tugas mutlak
seorang bidan dapat terpenuhi dengan baik dan profesional.
1.2
Tujuan :
Adapun Tujuan
dalam penulisaan makalah ini, adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui
pengertian hirschsprung
2. Untuk
mengetahui diagnosis hirschsprung
3. Untuk
mengetahui etiologi hirschsprung
4. Untuk
mengetahui patofisiologi hirschsprung
5. Untuk
mengetahui penatalaksanaan hirschsprung
6.Untuk
mengetahui gambar-gambar hirschsprung
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Penyakit
Hirschprung adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus (Ariff
Mansjoer, dkk. 2000). Dikenalkan pertama kali oleh Hirschprung tahun 1886.
Zuelser dan Wilson , 1948 mengemukakan bahwa pada dinding usus yang menyempit
tidak ditemukan ganglion parasimpatis. Suatu kelainan bawaan tidak terbentuknya
sel ganglion para simpatis dari pleksuss messentrikus / aurebach pada kolon
bagian distal. Penyakit Hirschsprung (Megakolon Kongenital) adalah suatu
penyumbatan pada usus besar yang terjadi akibat pergerakan usus yang tidak
adekuat karena sebagian dari usus besar tidak memiliki saraf yang mengendalikan
kontraksi ototnya.
Hirschsprung
terbagi menjadi dua yaitu segmen pendek : dari anus sampai sigmoid, segmen
panjang : kelainan melebihi sigmoid bahkan dapat mengenai seluruh kolon atau
usus halus.
Hirschsprung
terjadi karena adanya permasalahan pada persyarafan usus besar paling bawah,
mulai anus hingga usus di atasnya. Syaraf yang berguna untuk membuat usus
bergerak melebar menyempit biasanya tidak ada sama sekali atau kalaupun ada
sedikit sekali. Namun yang jelas kelainan ini akan membuat BAB bayi tidak
normal, bahkan cenderung sembelit terus menerus. Hal ini dikarenakan tidak
adanya syaraf yang dapat mendorong kotoran keluar dari anus.
Dalam
keadaan normal, bahan makanan yang dicerna bisa berjalan di sepanjang usus
karena adanya kontraksi ritmis dari otot-otot yang melapisi usus kontraksi
ritmis ini disebut gerakan peristaltik. Kontraksi otot-otot tersebut dirangsang
oleh sekumpulan syaraf yang disebut ganglion, yang terletak dibawah lapisan
otot. Pada penyakit Hirschsprung, ganglion ini tidak ada, biasanya hanya
sepanjang beberapa sentimeter. Segmen usus yang tidak memiliki gerakan
peristaltik tidak dapat mendorong bahan-bahan yang dicerna dan terjadi
penyumbatan. Penyakit Hirschsprung 5 kali lebih sering ditemukan pada bayi
laki-laki. Penyakit ini kadang disertai dengan kelainan bawaan lainnya,
misalnya sindroma Down.
Kelainan
kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak
kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan bawaan dapat dikenali sebelum
kelahiran, pada saat kelahiran atau beberapa tahun kemudian setelah kelahiran.
Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir
mati atau kematian segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan
pertama kehidupannya sering diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup
berat, hal ini seakan-akan merupakan suatu seleksi alam terhadap kelangsungan
hidup bayi yang dilahirkan.
Bayi
yang dilahirkan dengan kelainan kongenital besar, umumnya akan dilahirkan
sebagai berat bayi lahir rendah (BBLR) bahkan sering pula disebut dengan
sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya. Berat bayi lahir rendah dengan
kelainan kongenital berat, kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama
kehidupannya. Disamping pemeriksaan fisik, radiologi dan laboratorium untuk
menegakkan diagnosa kelainan kongenital setelah bayi lahir dikenal pula adanya
diagnosis pre/- ante natal kelainan kongenital dengan beberapa cara pemeriksaan
tertentu misalnya pemeriksaan ultrasonografi, pemeriksaan air ketuban dan darah
janin.
2.2Etiologi
Penyebab
langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui. Pertumbuhan embrional
dan fetal dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor genetik, faktor
lingkungan atau kedua faktor secara bersamaan.
Beberapa
faktor etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelainan kongenital
antara lain:
1) Kelainan
Genetik dan Kromosom
Kelainan
genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas kelainan
kongenital pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang mengikuti
hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan
sebagai unsur dominan ("dominant traits") atau kadang-kadang sebagai
unsur resesif. Penyelidikan daIam hal ini sering sukar, tetapi adanya kelainan
kongenital yang sama dalam satu keturunan dapat membantu langkah-langkah
selanjutya. Dengan adanya kemajuan dalam bidang teknologi kedokteran, maka
telah dapat diperiksa kemungkinan adanya kelainan kromosom selama kehidupan
fetal serta telah dapat dipertimbangkan tindakan-tindakan selanjutnya. Beberapa
contoh kelainan kromosom autosomal trisomi 21 sebagai sindroma down. Kelainan
pada kromosom kelamin sebagai sindroma turner.
2) Faktor
Mekanik
Tekanan
mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat menyebabkan kelainan
hentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ cersebut. Faktor
predisposisi dalam pertumbuhan organ itu sendiri akan mempermudah terjadinya
deformitas suatu organ.
3) Faktor
Infeksi
Infeksi
yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang terjadi pada periode
organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan. Infeksi pada trimesrer
pertama di samping dapat menimbulkan kelainan kongenital dapat pula
meningkatkan kemungkinan terjadinya abortus. Sebagai contoh infeksi virus pada
trimester pertama ialah infeksi oleb virus Rubella. Bayi yang dilahirkan oleh
ibu yang menderita infeksi Rubella pada trimester pertama dapat menderita
kelainan kongenital pada mata sebagai katarak, kelainan pada sistem pendengaran
sebagai tuli dan ditemukannya kelainan jantung bawaan. Beberapa infeksi lain
pada trimester pertama yang dapat menimbulkan kelainan kongenital antara lain
ialah infeksi virus sitomegalovirus, infeksi toksoplasmosis, kelainan-kelainan
kongenital yang mungkin dijumpai ialah adanya gangguan pertumbuhan pada system
saraf pusat seperti hidrosefalus, mikrosefalus, atau mikroftalmia.
4) Faktor Obat
Beberapa
jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester pertama kehamilan
diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital pada
bayinya. Salah satu jenis obat yang telah diketahui dagat menimbulkan kelainan
kongenital ialah thalidomide yang dapat mengakibatkan terjadinya fokomelia atau
mikromelia. Beberapa jenis jamu-jamuan yang diminum wanita hamil muda dengan
tujuan yang kurang baik diduga erat pula hubungannya dengan terjadinya kelainan
kongenital, walaupun hal ini secara laboratorik belum banyak diketahui secara
pasti. Sebaiknya selama kehamilan, khususnya trimester pertama, dihindari
pemakaian obat-obatan yang tidak perlu sama sekali; walaupun hal ini
kadang-kadang sukar dihindari karena calon ibu memang terpaksa harus minum
obat. Hal ini misalnya pada pemakaian trankuilaiser untuk penyakit tertentu,
pemakaian sitostatik atau prepaat hormon yang tidak dapat dihindarkan; keadaan
ini perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya sebelum kehamilan dan akibatnya
terhadap bayi.
5) Faktor Umur
Ibu
Telah
diketahui bahwa mongolisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang
dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa menopause. Kejadian mongolisme akan meningkat
pada ibu usia di atas 30 tahun dan akan lebih tinggi lagi pada usia 40 tahun ke
atas.
6) Faktor
hormonal
Faktor
hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian kelainan kongenital.
Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita diabetes
mellitus kemungkinan untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila
dibandingkan dengan bayi yang normal.
7) Faktor
radiasi
Radiasi
pada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan dapat menimbulkan kelainan
kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada orang tua
dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan mutasi pada gene yang mungkin sekali
dapat menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang dilahirkannya. Radiasi
untuk keperluan diagnostik atau terapeutis sebaiknya dihindarkan dalam masa
kehamilan, khususnya pada hamil muda.
8) Faktor gizi
Kekurangan
beberapa zat yang pnting selama hamil dapat menimbulkan pada janin. Frekuensi
kelainan kongenital lebih tinggi pad ibu-ibu dengan gizi yang kurang selama
kehamilan. Salah satu zat dalam pertumbuhan janin adalah asam folat. Kekurangan
asam folat dapat meningkatkan resiko terjadinya spina bifida atau kelainan
tabung saraf lainnya.
9) Faktor-faktor
lain
Banyak
kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor janinnya sendiri
dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor penyebabnya.
Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga dapat menjadi
faktor penyebabnya. Seringkali penyebab kelainan kongenitai tidak diketahui.
Gambaran Klinik : Trias yang sering
ditemukan ialah mekonium yang lambat keluar ( lebih dari 24 jam ), perut
kembung, dan muntah berwarna hijau.
Beberapa hal yang dapat dilakukan
untuk mengurangi resiko terjadinya hirschsprung (kelainan kongenital) terutama
ibu dengan kehamilan di atas usia 35 tahun, diantara lain:
• Tidak merokok
dan menghindari asap rokok
• Menghindari
alkohol
• Menghindari
obat terlarang
• Memakan
makanan yang bergizi dan mengkonsumsi vitamin prenatal
• Melakukan olah
raga dan istirahat yang cukup
• Melakukan
pemeriksaan prenatal secara rutin
• Mengkonsumsi
suplemen asam folat
• Menjalani
vaksinasi sebagai perlindungan terhadap infeksi
• Menghindari
zat-zat yang berbahaya.
Meskipun bisa dilakukan berbagai
tindakan untuk mencegah terjadinya kelainan kongenital (hirschsprung), ada satu
hal yang perlu diingat yaitu bahwa suatu kelainan bawaan bisa saja terjadi
meskipun tidak ditemukan riwayat kelainan bawaan baik dalam keluarga ayah
ataupun ibu, atau meskipun orang tua sebelumnya telah melahirkan anak-anak yang
sehat.
2.3 Patofisiologi
Aganglionis
kongenital pada usus bagian distal merupakan pengertian penyakit Hirschsprung.
Aganglionosis bermula pada anus, yang selalu terkena, dan berlanjut ke arah proximal
dengan jarak yang beragam. Pleksus myenterik (Auerbach) dan pleksus submukosal
(Meissner) tidak ditemukan, menyebabkan berkurangnya peristaltik usus dan
fungsi lainnya. Mekanisme akurat mengenai perkembangan penyakit ini tidak
diketahui.
Sel
ganglion enterik berasal dari differensiasi sel neuroblast. Selama perkembangan
normal, neuroblast dapat ditemukan di usus halus pada minggu ke 7 usia gestasi
dan akan sampai ke kolon pada minggu ke 12 usia gestasi. Kemungkinan salah satu
etiology Hirschsprung adalah adanya defek pada migrasi sel neuroblast ini dalam
jalurnya menuju usus bagian distal. Migrasi neuorblas yang normal dapat terjadi
dengan adanya kegagalan neuroblas dalam bertahan, berpoliferase, atau
berdifferensiasi pada segmen aganglionik distal. Distribusi komponen yang tidak
proporsional untuk pertumbuhan dan perkembangan neuronal telah terjadi pada
usus yang aganglionik, komponen tersebut adalah fibronektin, laminin, neural
cell adhesion molecule, dan faktor neurotrophic.
Sebagai
tambahan, pengamatan sel otot polos pada kolon aganglionik menunjukkan bahwa
bagian tersebut tidak aktif ketika menjalani pemeriksaan elektrofisiologi, hal
ini menunjukkan adanya kelainan myogenik pada perkembangan penyakit
Hirschspurng. Kelainan pada sel Cajal, sel pacemaker yang menghubungkan antara
saraf enterik dan otot polos usus, juga telah dipostulat menjadi faktor penting
yang berkontribusi.
Terdapat
tiga pleksus neuronal yang menginnervasi usus, pleksus submukosal (Meissner),
Intermuskuler (Auerbach), dan pleksus mukosal. Ketiga pleksus ini terintegrasi
dan berperan dalam seluruh aspek fungsi usus, termasuk absorbsi, sekresi,
motilitas, dan aliran darah.
Motilitas
yang normal utamanya dikendalikan oleh neuron intrinsik. Ganglia ini
mengendalikan kontraksi dan relaksasi otot polos, dimana relaksasi mendominasi.
Fungsi usus telah adekuat tanpa innervasi ekstrinsik. Kendali ekstrinsik
utamanya melalui serat kolinergik dan adrenergik. Serat kolinergik ini
menyebabkan kontraksi, dan serat adrenergik menyebabkan inhibisi.
Pada
pasien dengan penyakit Hirschsprung, sel ganglion tidak ditemukan sehingga
kontrol intrinsik menurun, menyebabkan peningkatan kontrol persarafan
ekstrinsik. Innervasi dari sistem kolinergik dan adrenergik meningkat 2-3 kali
dibandingkan innervasi normal. Sistem adrenergik diduga mendominasi sistem
kolinergik, mengakibatkan peningkatan tonus otot polos usus. Dengan hilangnya
kendali saraf intrinsik, peningkatan tonus tidak diimbangi dan mengakibatkan
ketidakseimbangan kontraktilitas otot polos, peristaltik yang tidak
terkoordinasi, dan pada akhirnya, obstruksi fugsional
2.4 Diagnosa
Kelainan
kongenital seperti anensefalus, fokomelia ( akibat thalidomide) setelah bayi
lahir mudah di diagnosa.
Beberapa
pemeriksaan yang dapat membantu diagnosis adalah :
1. Anamnesis
tentang kelainan-kelainan dalam keluarga
2. Kelainan
dalam kehamilan, misalnya adanya hidramnion, kematian janin dalam rhim, dan
sebagainya
3. Pemeriksaan
sel-sel dalam air ketuban melalui amniosentesis
4. Pemeriksaan
radiologik
5. Ultrasonografi
2.5 Penatalaksanaan
Hanya
dengan operasi, atau biasanya pipa rektum (merupakan tindakan sementara) dan
dilakukan pembilasan dengan air garam fisiologis (bila ada instruksi dokter),
memberikan yang bergizi serta mencegah terjadinya infeksi. Masalah utama yang
terjadi gangguan defekasi (obstipasi). Pemeriksaan colok anus yaitu jari akan
merasakan jepitan, dan pada waktu ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara
dan mekonium atau tinja yang menyemprot.
2.6 Gambar-gambar pada bayi yang terkena
hirschsprung
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat
dikemukakan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Hirschsprung
(kelainan kongenital) merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang
timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Hirschsprung dapat dikenali
sebelum kelahiran, pada saat kelahiran atau beberapa tahun kemudian setelah
kelahiran.
2. Faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi hirschsprung (kelainan kongenital atau cacat bawaan)
pada neonatus yaitu kelainan genetik dan kromosom, faktor genetik, faktor
infeksi, faktor obat, faktor umur ibu, faktor hormonal, faktor radiasi, faktor
gizi, dan faktor-faktor lainnya.
3. Kelainan
congenital atau cacat bawaan tidak dapat dicegah, melainkan resiko terjadinya
dapat dikurangi dengan tidak mengkonsumsi alcohol, menghindari rokok , obat
terlarang, makan makanan yang bergizi, olahraga teratur, menjalani vaksinasi,
melakukan pemeriksaan prenatal dengan rutin, dan menghindari zat-zat berbahaya
lainnya.
Setiap
ditemukannya kelainan kongenital pada bayi baru lahir, hal ini harus
dibicarakan dengan orang tuanya tentang jenis kemungkinan faktor penyebab,
langkah-langkah penanganan dan prognosisnya.
3.2 Saran
Adapun saran
yang diajukan dalam makalah ini, yaitu:
1. Dalam
mempelajari asuhan neonatus, seorang calon bidan diharapkan mengetahui kelainan
kongenital atau cacat bawaan yang biasanya terjadi pada neonatus sehingga mampu
memberikan asuhan neonates dengan baik dan sesuai dengan kewenangan profesi.
2. Kepada
pembaca, jika menggunakan makalah ini sebagai acuan dalam pembuatan makalah
atau karya tulis yang berkaitan dengan judul makalah ini, diharapkan kekurangan
yang ada pada makalah ini dapat diperbaharui dengan lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Maryam,
Andi & Yuniarti. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Neonatus, Bayi, dan
Balita. Makassar: Universitas Indonesia Timur.
Mochtar, Rustam.
1998. Sinopsis obstetric .Jakarta: EGC.
Muslihan, Nur
Wafi. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta: Fitramaya
Narendra,Moersintowarti,
ddk. 2002. Buku Ajar Tumbuh Kembang Anak dan Remaja Edisi I. Jakarta: Ikatan
Dokter Anak Indonesia Sagung Seto.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar