Rabu, 14 November 2012

ikterik


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
ikterus merupakan suatu sindroma kerusakan otak yang ditandai dengan athetoid cerebral palsy, gangguan pendengaran hingga ketulian, gangguan penglihatan, dan mental retardasi.
Pada beberapa bayi baru lahir, hati memproduksi pigmen kuning yang disebut bilirubin yang berlebihan, sehingga mengakibatkan kulit dan sklera mata berubah warna menjadi kuning. Keadaan ini disebut dengan ikterus. Beberapa bayi, keadaan ini bisa hilang sendiri, tetapi pada beberapa bayi lainnya bila tidak ditangani dengan cepat dan benar maka bisa menyebabkan kadar bilirubin menjadi sangat tinggi yang bersifat toksik dan dapat merusak otak.
Bayi baru lahir dengan ikterus yang tidak ditangani secara medis bisa saja mengalami kern ikterus, tetapi bukan berarti setiap bayi kuning akan menghadapi masalah ini. Bila timbul ikterus, dapat diterapi dengan fototerapi, tetapi bila tidak berhasil maka dapat dilakukan transfusi tukar (exchange transfusion).
Beberapa tanda kern ikterus yaitu; kulit bayi yang sangat kuning bahkan oranye, tidur yang berkepanjangan bahkan sulit untuk dibangunkan, menyusui sangat kurang, serta kelemahan umum.
Pada kasus kern ikterus ini, pencegahan lebih baik daripada pengobatan, terlebih bila bayi sudah mencapai tingkat kerusakan otak yang hebat sehingga menjadikan prognosis kern ikterus buruk.






BAB 2
PEMBAHASAN

2.1                   Pengertian ikterik
Ikterik adalah kondisi yang terjadi ketika produksi bilirubin di tubuh bayi berlebihan dan bayi tidak mampu mengeluarkannya lewat berkemih dan buang air besar. Bilirubin (bahasa Inggris: bilirubin, hematoidin) adalah senyawa pigmen berwarna kuning yang merupakan produk katabolisme enzimatik biliverdin oleh biliverdin reduktase.
2.2       Jenis – Jenis Ikterik
A. Jenis – Jenis Ikterus Berdasarkan Batasan – Batasannya
1. Ikteris Fisiologis
            Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah Ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut (Hanifa, 1987):
• Timbul pada hari kedua-ketiga
• Kadar Biluirubin Indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg% pada neonatus cukup bulan dan 10 mg % pada kurang bulan.
• Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin tak melebihi 5 mg % per hari
• Kadar Bilirubin direk kurang dari 1 mg %
• Ikterus hilang pada 10 hari pertama
• Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadan patologis tertentu
2. Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia
            Adalah suatu keadaan dimana kadar Bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus bila tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan Hiperbilirubinemia bila kadar Bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.
3. Kern Ikterus
            Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak terutama pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus, Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV.
B. Jenis-jenis Ikterus Menurut Waktu Terjadinya
1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama
• Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama sebagian besar disebabkan oleh :
• Inkompatibilitas darah Rh,ABO, atau golongan lain
• Infeksiintra uterine
• Kadang-kadang karena defisiensi enzim G-6-PD
2. Ikterus yang timbul 24-72 jam sesudah lahir
• Biasanya ikterus fisiologis
• Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah Rh, ABO atau golongan lain
• Defisiensi enzim G-6-PD atau enzim eritrosit lain juga masih mungkin.
• Policitemia
• Hemolisis perdarahan tertutup *(perdarahan subaponerosis,perdarahan hepar, sub capsula dll)
3. Iktersua yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama
• Sepsis
• Dehidrasi dan asidosis Defisiensi G-6-PD
• Pegaruh obat-obatan
• Sindroma Criggler-Najjar , sindroma Gilbert4. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya
• Ikterus obtruktive
• Hipotiroidisme
• Breast milk jaundice
• Infeksi
• Hepatitis neonatal
• Galaktosemia



2.3       Penilaian Ikterik
      1. Ikterik fisiologis ialah :
a.       Ikterik yang timbul pada hari kedua dan ketiga
b.     Tidak mempunyai dasar patologis
c.     Kadarnya tidak melampaui kadar yang membahayakan
d.    Tidak mempunyai potensi menjadi kern-ikterik
e.     Tidak menyebabkan suatu morbidilitas pada bayi

      2.  Ikterik patologis ialah :
a.       Ikterik yang mempunyai dasar patologis
b.      Kadar bilirubinnya mencapai nilai hiperbilirubinemia
Sedangkan menurut Kramer, ikterik dimulai dari kepala, leher dan seterusnya. Untuk penilaian ikterik, Kramer membagi tubuh bayi baru lahir dalam 5 bagian yang dumulai dari kepala dan leher, dada sampai pusat, pusat bagian bawah sampai tumit, tumit pergelangan kaki dan bahu pergelangan tangan dan kaki serta tangan termasuk telapak kaki dan telapak tangan. Cara pemeriksaannya ialah dengan menekan jari telunjuk di tempat yang menonjol seperti tulang hidung, tulang dada, lutut dan lain-lain.

Tabel 2.1  Hubungan kadar bilirubin dengan ikterik
Derajat Ikterik
Daerah Ikterik
Perkiraan Biirubin (rata-rata)
Aterm
Prematur
1
Kepala sampai leher
5,4
-
2
Kepala, badan sampai dengan ambilikus
8,9
9,4
3
Kepala, badan, paha sampai dengan lutut
11,8
11,4
4
Kepala, badan, ekstremitas sampai dengan pergelangan tangan dan kaki
15,8
13,3
Derajat Ikterik
Daerah Ikterik
Perkiraan Biirubin (rata-rata)
Aterm
Prematur
5
Kepala, badan,semua ekstrimitas sampai dengan ujung jari



2.4 Penyebab Ikterik
Kuning pada bayi timbul karena adanya timbunan bilirubin (zat/ komponen yang berasal dari pemecahan hemoglobin dalam sel darah merah) di bawah kulit. Pada saat masih dalam kandungan, janin membutuhkan sel darah merah yang banyak karena paru-parunya belum berfungsi. Sel darah merah mengangkut oksigen dan nutrisi dari ibu ke bayi melalui plasenta. Sesudah bayi lahir, paru-parunya sudah berfungsi, sehingga darah merah ini tidak dibutuhkan lagi dan dihancurkan. Salah satu hasil pemecahan itu adalah bilirubin.
Bilirubin ini bermacam-macam yaitu indirect, direct, dan bebas. Indirect atau yang belum diolah yaitu bilirubin yang terikat albumin sebagai zat pengangkut, akan di bawa ke hati untuk diproses menjadi bilirubin direct. Bilirubin direct ini akhirnya disimpan di kantong empedu.
Kadang tidak semua hasil pemecahan hemoglobin ini bisa diikat oleh albumin dan dibawa ke hati. Sebagian  hanya tidak terangkut yang disebut bilirubin bebas. Kadang-kadang pemecahan sel darah merah terjadi sangat berlebihan sehingga meningkatkan kadar bilirubin. Ini biasanya disebabkan oleh beberapa hal berikut ini :
1.      Karena Hemolisis (hancurnya sel darah merah) ini terjadi bila :
a.       Adanya ketidak cocokkan darah ibu dan bayi (A,B,O atau rhesus)
b.      Kekurangan enzym yang sering dikenal dengan G-6-PD
c.       Adanya kelainan sel darah merahnya sendiri.
Pada ketidak cocokkan golongan darah, misalnya bila ibu berdarah O, sedangkan si bayi berdarah B atau A. sedangkan untuk ketidak cocokkan rhesus negatif dan janin rhesus positif. Dengan demikian, ketidak selarasan darah lebih banyak diderita oleh bayinya. Keadaan semacam ini tidak selalu muncul begitu bayi dilahirkan. Bisa terjadi 30 menit sampai 24 jam setelah kelahiran, bahkan bisa lebih lama dari itu.

2.      Karena obat-obatan
Ada beberapa macam obat, misalnya yang mengandung sulfa, bisa menghancurkan sel darah merah.


3.      Karena infeksi
Bila infeksi saat bayi dalam kandungan atau infeksi jalan lahir. Atau infeksi sesudah lahir karena alat-alat bayi tidak steril sehingga munculnya menghancurkan sel darah merah.

4.      Penyumbatan saluran empedu atau kelainan pada hati
Bila saluran empedu tersumbat, sehingga bilirubinnya tidak bisa dikeluarkan, atau juga bila hatinya membengkak (hepatitis), sehingga pipa-pipanya tersumbat. Umumnya kuning yang disebabkan penyumbatan terlihat sesudah minggu kedua atau lebih.

2.5             Penanganan Ikterik
Jika setelah tiga-empat hari kelebihan bilirubin terjadi, maka bayi harus segera mendapatkan terapi. Bentuk terapi ini bermacam-macam, disesuaikan dengan kadar kelebihan yang ada.

Ø  Terapi sinar (fototerapi)
Terapi sinar dialkukan selama 24 jam atau setidaknya sampai kadar bilirubin dalam darah kembali ke ambang batas normal. Dengan fototerapi, bilirubin dalam tubuh bayi dapat dipecahkan dan menjadi mudah larut dalam air tanpa harus diubah dulu  oleh organ hati. Terapi sinar juga berupaya menjaga kadar bilirubin agar tidak terus meningkat sehingga menimbulkan resiko yang lebih fatal. Sinar yang digunakan pada fototerapi berasal dari sejenis lampu neon dengan panjang gelombang tertentu. Lampu yang digunakan sekitar 12 buah dan disusun secara paralel. Di bagian bawah lampu ada sebuah kaca yang disebut flaxy glass yang berfungsi meningkatkan energi sinar sehingga intensitasnya lebih efektif.
Sinar yang muncul dari lampu tersebut kemudian diarahkan pada tubuh bayi. Seluruh pakaiannya dilepas, kecuali mata dan alat kelamin harus ditutup dengan menggunakan kain kasa. Tujuannya untuk mencegah efek cahaya yang berlebihan dari lampu-lampu tersbut. Seperti diketahui, pertumbuhan mata bayi belum sempurna sehingga dikhawatirkan akan merusak bagian retinanya. Begitu pula alat kelaminnya, agar kelak tak terjadi resiko terhadap organ reproduksi itu, seperti kemandulan.
Pada saat dilakukan fototerapi, posisi tubuh bayi akan diubah-ubah, terlentang lalu telungkup agar penyinaran berlangsung merata. Jika sudah turun dan berada di bawah ambang batas bahaya, maka terapi bisa dihentikan. Rata-rata dalam jangka waktu dua hari sibayi sudah boleh dibawa pulang.
Meski relatif efektif, tetaplah waspada terhadap dampak fototerapi. Ada kecenderungan bayi yang menjalani proses terapi sinar mengalami dehidrasi karena malas minum. Sementara, proses pemecahan bilirubin justru akan meningkatkan pengeluaran cairan empedu ke organ usus. Alhasil, gerakan peristaltik usus meningkat dan menyebabkan diare. Memang tak semua bayi akan mengalaminya, hanya pada kasus  tertentu saja. Yang pasti, untuk menghindari terjadinya dehidrasi dan diare, orang tua mesti tetap memberikan ASI pada bayi.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan terapi sinar ialah :
a.       Lampu yang dipakai sebaiknya tidak digunakan lebih dari 500 jam, untuk menghindarkan turunnya energi yang dihasilkan oleh lampu yang digunakan
b.      Pakaian bayi dibuka agar bagian tubuh dapat seluas mungkin terkena sinar
c.       Kedua mata ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya untuk mencegah kerusakan retina. Penutup mata dilepas saat pemberian minum dan kunjungan orang tua untuk memberikan rangsang visual pada neonatus. Pemantau iritasi mata dilakukan tiap 6 jam dengan membuka penutup mata
d.      Daerah kemaluan ditutup, dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya untuk melindungi daerah kemaluan dari cahaya fototerapi
e.       Posisi lampu diatur dengan jarak 20-30 cm di atas tubuh bayi, untuk mendapatkan energi yang optimal
f.       Posisi bayi diubah tiap 8 jam, agar tubuh mendapat penyinaran seluas mungkin
g.      Suhu tubuh diukur 4-6 jam sekali atau sewaktu-waktu bila perlu
h.      Pemasukan cairan dan minuman dan pengeluaran urine, feses dan muntah diukur, dicatat dan dilakukan pemantauan tanda dehidrasi
i.        Hidrasi bayi diperhatikan, bila perlu konsumsi cairan ditingkatkan

Apabila dalam evaluasi kadar bilirubin berada dalam ambang batas normal, terapi sinar dihentikan. Jika kadar bilirubin masih tetap atau tidak banyak berubah, perlu dipikirkan adanya beberapa kemungkinan, antara lain lampu yang tidak efektif atau bayi yang menderita dehidrasi,hipoksia, infeksi, gangguan metabolisme dan lain-lain. Keadaan demikian memerlukan tindakan kolaboratif dengan tim medis.

Pemberian terapi sinar dapat menimbulkan efek samping. Namun, efek samping tersebut bersifat sementara yang dapat dicegah atau ditanggulangi dengan memperhatikan tata cara penggunaan terapi sinar dan diikuti dengan pemantauan keadaan bayi secara berkelanjutan.
Kelainan yang mungkin timbul pada neonatus yang mendapat terapi sinar adalah :
a.       Peningkatan kehilangan cairan yang tidak teratur (insensible water loss)
Energi fototerapi dapat meningkatkan suhu lingkungan dan menyebabkan peningkatan penguapan melalui kulit, terutama bayi premature atau berat lahir sangat rendah. Keadaan ini dapat diantisipasi dengan pemberian cairan tambahan.
2.6  MANAJEMEN
1. Strategi Pencegahan
a. Pencegahan Primer
Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8 – 12 kali/ hari untuk beberapa hari pertama.
Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air pada bayi yang mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi.
b. Pencegahan Sekunder
Semua wanita hamil harus diperiksa golongan darah ABO dan rhesusu serta penyaringan serum untuk antibody isoimun yang tidak biasa.
Harus memastikan bahwa semua bayi secar rutin di monitor terhadap timbulnya ikterus dan menetapkan protocol terhadap penilaian ikterus yang harus dinilai saat memeriksa tanda – tanda vital bayi, tetapi tidak kurang dari setiap 8 – 12 jam.
Beberapa faktor risiko yang penting adalah :
Penyakit hemolisis autoimun (penghancuran sel darah merah oleh sistem kekebalan tubuh sendiri)
Kekurangan enzim G6PD (Glukosa – 6 Fosfat Dehidrogenase) yang dibutuhkan sel darah merah untuk berfungsi normal
Kekurangan oksigen
Kondisi lemah/tidak responsif
Tidak stabilnya suhu tubuh
Sepsis (keadaan infeksi berat di mana bakteri telah menyebar ke seluruh tubuh)
Gangguan keasaman darah
Kadar albumin (salah satu protein tubuh) <>




 























BAB III
PENUTUP
3.1       KESIMPULAN
Kerrn ikterus merupakan suatu sindroma kerusakan otak yang diakibatkan oleh tingginya kadar bulirubin sehingga bersifat toksik terhadap otak, ditandai dengan athetoid cerebral palsy, gangguan pendengaran hingga ketulian, gangguan penglihatan, dan mental retardasi.
Kern ikterus timbul terutama pada bayi-bayi ikterus yang tidak ditangani dengan baik. Penanganan ikterus harus mengikutsertakan semua aspek secara menyeluruh , mulai dari peran orang tua, tenaga medis, maupun sarana kesehatan dalam rangka mencegah timbulnya kern ikterus serta rehabilitasi pasca kern ikterus.