GANGGUAN MOOD
Kehidupan terkadang naik terkadang turun. Kebanyakan dari kita merasa senang bila memperoleh nilai tinggi, promosi atau perhatian dari orang yang kita idamkan. Kebanyakan dar kita merasa sedih atau depresi bila ditolak oleh seseorang, gagal dalam ujian, atau mengalami kesulitan keuangan. Merupakan sesuatu yang normal dan tepat untuk merasa senang terhadap kejadian yang menggembirakan. Juga sam noraml dan sama tepatnya untuk merasa depresi karena kejadian yang menyedihkan. Bahkan akan menjadi “abnormal” bila kita tidak depresi saat menghadapi kesulitan hidup.
Mood adalah kondisi perasaan yang terus ada yang mewarnai kehidupan psikologis kita. Perasaan sediah atau depresi bukanlah hal yang abnormal dalam konteks peritiwa atau situasi yang penuh tekanan. Namun orang dengan gangguan mood ( mood disorder ) mengalami gangguan mood yang luar biasa parah atau berlangsung lama dan menganggu kemampuan mereka untuk berfungsi dalam memenuhi tanggung jawab secara normal. Setiap tahunnya sekitar 7 % orang Amerika menderita gangguan mood ( USDHHS, 1999a ). Sejumlah orang mengalami depresi berat bahkan ketiak semua tampak berjalan lancar, atau saat mereka menghadapi peristiwa yang sedikit membuat kesal yang dapat diterima dengan mudah oleh orang lain. Sebagian lainnya mengalami perubahan mood yang ekstrem. Mereka bagaikan menaiki roller coaster emosional dengan ketinggian yang membuat pusing dan turunan yang bukan kepalang ketika dunia di sekitar mereka tetap stabil.
TIPE-TIPE GANGGUAN MOOD
1. Gangguan-gangguan Depresi ( gangguan unipolar )
a. Gangguan depresi mayor | Terjadinya 1 atau lebih periode atau episode depresi ( disebut episode depresi mayor ) tanpa ada riwayat terjadinya episode manik atau hipomanik alami. Seseorang dpt mengalami 1 episode depresi mayor, yg diikuti dng kembalinya mereka pd keadaan fungsional yg biasa. Umumnya orang yg pernah mengalami episode depresi mayor dpt kambuh lagi diantara periode normal atau kemungkinan mengalami hendaya pada fungsi-fungsi tertentu. Terjadi pada 2 minggu terjadi pada wanita mempunyai pola makan yang buruk, berat badan mencapai pesat, kurang minat aktivitas motorik, sulit berkonsentrasi, merupakan tipe yang paling umum |
b. Gangguan distimik | Pola depresi ringan ( tetapi mungkin saja menjadi mood yg menyulitkan pd anak-anak atau remaja ) yg terjadi dlm suatu rentang waktu-pd orang dewasa, biasanya dlm beberapa tahun. |
2. Gangguan-gangguan Perubahan Mood ( gangguan bipolar )
a. Gangguan bipolar | Gangguan yg disertai 1 atau lebih episode manik atau hipomanik ( episode mood yn melambung dan hiperaktivitas, dimana penilaian dan tingkah laku mengalami hendaya). Episode manik atau hipomanik sering digantikan dng episode depresi mayor dng jeda periode mood yg normal. |
b. Gangguan siklotimik | Gangguan mood kronis meliputi beberapa epidode hipomanik ( episode yg disertai dgn ciri-ciri manik pd tingkat keparahan yg lbh rendah dr pd episode manik ) dan bbrp periode mood tertekan atau hilangnya minat atau kesenangan pd kegiatan-kegiatan ttp tingkat keparahannya tdk sampai memenuhi kriteria sbg episode depresi mayor. |
Sumber : Diadaptasi dari DSM-IV-TR ( APA; 2000 )
Kebanyakan dari kita, mungkin hampir semuanya, pernah mengalami periode kesedihan dari waktu ke waktu. Kita dapat merasa sangat terpuruk, menangis, kehilangan minat pada beberapa hal, sulit untuk berkonsentrasi, mengharap hal terburuk akan terjadi, atau bahkan mempertimbangkan untuk bunuh diri. Sebuah survei dengan sampel mahasiswa di University of North Iowa menunjukkan bahwa sekitar 30 % mahasiswa melaporkan mengalami paling tidak depresi ringan ( Wong & Whitaker, 1993 ).
Mood yang menurun lebih banyak terjadi pada mahasiswa tingkat pertama dibanding pada mahasiswa tingkat senior atau pascasarjana, dimana hal ini dapat merefleksikan kesulitan-kesulitan yang dialami banyak mahasiswa baru untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan kampus.
Bagi sebagian besar dari kita, perubahan mood berlalu dengan cepat dan tidak cukup parah, sehingga tidak mempengaruhi gaya hidup atau kemampuan kitra untuk berfungsi dengan normal. Bagi orang-orang dengan gangguan mood, termasuk gangguan depresi dan gangguan bipolar, perubahan mood yang terjadi lebih parah atau lebih lama dan mempengaruhi fungsi sehari-hari.
Dalam pembahasan tentang Gangguan Mood ini saya akan lebih menekankan pada pembahasan tentang Gangguan Depresi Mayor saja, karena tipe ini adalah yang paling umum dari gangguan mood yang dapat didiagnosis.
GANGGUAN DEPRESI MAYOR
Diagnosis dari gangguan depressive mayor ( major depressive disorder ) didasarkan pada munculnya satu atau lebih episode mayor tanpa adanya riwayat episode manik ( manic ) atau hipomanik ( hypomanic ). Dalam episode depresi mayor orang tersebut mengalami salah satu diantara mood depresi ( merasa sedih, putus asa atau “ terpuruk “ ) atau kehilangan minat/rasa senang dalam semua atau berbagai aktivitas untuk episode waktu paling sedikit 2 minggu ( APA, 2000 ).
Orang dengan gangguan depresi mayor juga memiliki selera makan yang buruk, kehilangan atau bertambah berat badan secara mencolok, memiliki masalah tidur atau tidur terlalu banyak, dan menjadi gelisah secara fisik, atau –pada ekstrim lainnya-menunjukkan melambatnya aktifitas motorik mereka. Depresi mayor menimbulkan hendaya pada kemampuan seseorang untuk memenuhi tanggung jawabnya yang biasa dalam kehidupan sehari-hari ( Judd, dkk, 2000a ). Orang dengan depresi mayor dapat kehilangan minat pada hampir semua aktifitas rutin dan kegiatan senggang mereka, memiliki kesulitan dalam berkonsentrasi dan membuat keputusan, memiliki pikiran yang menekan akan kematian, dan mencoba bunuh diri. Meski depresi adalah gangguan psikologis yang dapat didiagnosis, lebih dari 40 % orang Amerika yang di-polling dalam survei terkini mempersepsikannya sebagai suatu tanda kelemahan pribadi ( Brody, 1992c ). Banyak orang tampaknya tidak memahami bahwa orang yang secara klinis mengidap depresi tetap tidak terdiagnosis dan tidak tertangani atau gagal mendapatkan penanganan yang tepat ( Gilbert, 1997a; Hirschfelds, dkk. 1997 ). Banyak orang dengan depresi yang tidak tertangani percaya bahwa mereka dapat mengatasi sendiri ( Blumenthal & Endicott, 1997 ). Bahkan untuk mereka yang mendapatkan penanganan, kebanyakan menerima perawatan yang tidak adekuat atau tidak tepat ( Hirchfeld dkk. 1997; Young dkk, 2001 ).
Gangguan depresi mayor adalah tipe yang paling umum dari gangguan mood yang dapat didiagnosis, dengan perkiraan prevalensi semasa hidup berkisar antara 10% hingga 25 % untuk wanita dan 5 % hingga 12 % untuk pria ( APA, 2000 ). Diperkirakan 120 juta orang di seluruh dunia menderita depresi ( E. Olson, 2001 ). Sekitar 1 dari 20 orang di Amerika Serikat dapat didiagnosis dengan depresi mayor kapan pun juga ( Blazer dkk., 1994 ). Depresi sangat umum terjadi sehingga disebut “ sakit flu biasa “ dari masalah-masalah psikologis ( Seligman, 1973 ). Kerugian dari depresi yang dialami perusahaan, terutama hilangnya hari kerja, adalah sebesar kalau tidak lebih besar daripada, kerugian dari penyakit medis utama seperti jantung dan diabetes ( Druss, Rosenhock, & Sledge, 2000 ). Di lain pihak, penanganan yang efektif untuk depresi menghasilkan tidak hanya perbaikan psikologis tetapi juga pekerjaan yang lebih stabil dan peningkatan pemasukan, seiring orang dapat kembali ke tingkat fungsi yang lebih produktif ( Wells, dkk,. 2000 ).
Depresi mayor khususnya pada episode yang lebih berat/parah, dapat disertai dengan ciri psikosis, seperti delusi bahwa tubuhnya digerogoti penyakit ( Coryell, dkk., 1996 ). Orang dengan depresi berat juga dapat mengalami halusinasi, seperti “mendengar” suara-suara orang lain, atau iblis, yang mengutuk mereka atas kesalahan yang dipersepsikan.
Kasus berikut ini mengilustrasikan kisaran ciri-ciri yang terkait dengan gangguan depresi mayor :
Seorang pegawai administrasi perempuan, berusia 38 tahun, telah menderita depresi singkat yang muncul berulang kali sejak ia berusia 13 tahun. Terakhir ia merasa terganggu oleh serangan menangis di tempat kerjanya, terkadang muncul secara sangat tiba-tiba sehingga ia tidak punya cukup waktu untuk lari ke toilet wanita demi menyembunyikan tangisnya dari orang lain. Ia mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi saat bekerja dan merasa kurang mendapat kepuasan dari pekerjaan yang sebelumnya sangat ia nikmati. Ia menyimpan perasaan pesimistis dan rasa marah yang parah, yang akhir-akhir ini telah menjadi semakin parah karena berat badannya bertambah dan ia mengabaikan perawatan terhadap diabetes yang diidapnya. Ia merasa bersalah terhadap kemungkinan bahwa ia sendang membunuh dirinya sendiri secara perlahan-lahan dengan tidak menjaga kesehatannya secara lebih baik. Ia terkadang merasa pantas untuk mati. Ia merasa terganggun oleh rasa kantuk yagn berlebihan selama satu setengan tahun terakhir ini, dan surat ijin mengemudinya telah ditahan karena kecelakaan bulan kemarin di mana ia tertidur saat menyetir, yang menyebabkan mobilnya menabrak kotak telepon umum. Hampir tiap pagi ia bangun dengan rasa pusing dan merasa “tidak bersemangat”, serta tetap mengantuk sepanjang hari. Ia tidak pernah memiliki pacar tetap, dan hidup tenteram dengan ibunya, tanpa adanya teman dekat di luar keluarganya. Selama wawancara, ia berulang kali menangis dan menjawab pertanyaan dengan nada suara lambat, sambil terus menerus melihat ke bawah.
- Diadaptasi dari Spitzer dkk., 1989, hal. 59 – 62 ).
Ciri-ciri diagnostik dari episode depresi mayor ditandai dengan munculnya lima atau lebih ciri-ciri atau simptom-simptom di bawah ini selama suatu periode 2 minggu, yang mencerminkan suatu perubahan dar fungsi sebelumnya. Paling tidak satu dari ciri-ciri tersebut harus melibatkan ( 1 ) mood yang depresi, atau kehilangan minat atau kesenangan dalam beraktivitas. Lebih lagi, simtom-simtom tersebut harus menyebabkan baik tingkat distres yang signifikan secara klinis ataupun hendaya paling tidak dalam satu area penting dari fungsi, seperti fungsi sosial atau pekerjaan, dan harus bukan merupakan akibat langsung dari penggunaan obat-obatan atau medikasi dari suatu kondisi medis, atau dari gangguan psikologis lain **. Lebih lanjut lagi, episode tersebut tidak boleh mewakili suatu reaksi berduka yang normal terhadap kematian seseoran yang dicintai –yaitu berkabung ( bereavement ).
** DSM memiliki kategori diagnostik yang berbeda untuk gangguan mood akibat kondisi medis atau penggunaan zat seperti penyalahgunaan obat.
Adapun ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut :
1. Mood yang depresi hampir sepanjang hari, dan hampir setiap hari. Dapat berupa mood yang mudah tersinggung pada anak-anak atau remaja.
2. Penurunan kesenangan atau minat secara drastis dalam semua atau hampir semua aktivitas, hampir setiap hari, hampir sepanjang hari.
3. Suatu kehilangan atau pertambahan berat badan yang signifikan ( 5 % lebih berat tubuh dalam sebulan ) tanpa upaya apapun untuk berdiet, atau suatu peningkatan atau penurunan dalam selera makan.
4. Setiap hari ( atau hampir setiap hari ) mengalami insomnia atau hipersomnia ( tidur berlebihan ).
5. Agitasi yang berlebihan atau melambatnya respons gerakan hampir setiap hari.
6. Perasaan lelah atau kehilangan energi hampir setiap hari.
7. Perasaan tidak berharga atau salah tempat ataupun rasa bersalah yang berlebihan atau tidak tepat hampir tiap hari.
8. Berkurangnya kemampuan untuk berkonsentrasi atau berpikir jernih atau untuk membuat keputusan hampir setiap hari.
9. Pikiran yang muncul berulang tentang kematian atau bunuh diri tanpa suatu rencana spesifik, atau munculnya suatu percobaan bunuh diri, atau rencana yang spesifik untuk melakukan bunuh diri.
Sumber : diadaptasi dari DSM IV-TR ( APA, 2000 ).
FAKTOR-FAKTOR RESIKO DALAM DEPRESI MAYOR
Faktor-faktor yang meningkatkan resiko seseorang untuk mengembangkan depresi mayor meliputi USIA ( onset awal lebih umum terjadi pada dewasa muda daripada dewasa yang lebih tua ); STATUS SOSIOEKONOMI ( orang dengant taraf sosioekonomi yang lebih rendah memiliki resiko yang lebih besar dibandingkan mereka dengan taraf ekonomi yang lebih baik ); dan STATUS PERKAWINAN ( orang yang berpisah atau bercerai memiliki resiko lebih tinggi daripada orang yang menikah atau tidak pernah menikah ).
Wanita memiliki kecenderungan hampir dua kali lipat lebih besar dari pada pria untuk mengalami depresi mayor ( APA, 2000; Blazer, dkk., 1994; Kessler, dkk., 1994 ). Perbedaan dalam resiko relatif antara pria dan wanita bermula pada awal usia remaja dan bertahan hingga paling tidak usia pertengahan 50 ( Barefoot, dkk., 2001; Kessler, dkk., 1993 ). Meski perbedaan hormonal atau perbedaan biologis lainnya yang terkait dengan gender kemungkinan berpengaruh, namun sebuah diskusi panel yang diselenggarakan oleh Americal Psychological Association ( APA ) menyatakan bahwa perbedaan gender sebagian besar disebabkan oleh lebih banyaknya jumlah stres yang dihadapi wanita dalam kehidupan kontemporer ( Goleman, 1990b; McGrarth, dkk., 190 ). Diskusi panel tersebut menyimpulkan bahwa wanita lebih cenderung daripada pria untuk menghadapi faktor-faktor kehidupan yang penuh tekanan seperti penganiayaan fisik dan seksual, kemiskinan, orang tua tunggal, dan diskriminasi gender. Meskipun terdapat perbedaan gender dalam prevalensinya, wacana depresi mayor adalah sama untuk keduanya. Pria dan wanita dengan gangguan tersebut tidak berbeda secara signifikan dalam hal kecenderungan untuk kambuh kembali, frekuensi kambuh, keparahan/durasi kambuh, atau jarak waktu untuk kambuh yang pertama kalinya ( Eaton, dkk., 1997 ).
Perbedaan dalam gaya coping juga dapat membantu menjelaskan mengenai lebih besarnya kerentanan wanita untuk terkena depresi. Terlepas dari apakah faktor-faktor yang memicu depresi itu biologis, psikologis, atau sosial ; respons coping seseorang dapat menambah atau mengurangi keparahan dan durasi dari episode depresi. Nolen-Hoeksema dan kolega-koleganya ( 1991; Nolen-Hoeksema, Morrow & Fredrickson, 1993 ) menyatakan bahwa pria lebih cenderung untuk mengalihkan pikiran saat mereka depresi, sementara wanita lebih cenderung memperbesar depresi dengan merenungkan perasaan mereka dan kemungkinan penyebabnya. Wanita lebih cenderung untuk duduk dirumah saat mereka depresi dan berpikir tentang perasaan mereka atau mencoba untuk memahami alasan-alasan mengapa mereka mereasakan apa yang mereka rasakan, sementara pria cenderung mencoba untuk mengalihkan pikiran dengan melakukan sesuatu yang mereka nikmati, seperti pergi ke tempat berkumpul favorit untuk menghilangkan pikiran akan perasaan-perasaan mereka. Di lain pihak, pria sering kali beralih ke alkohol sebagai bentuk self-medication, yang dapat menyebabkan serangkaian masalah psikologis dan sosial lai ( Nolen-Hoeksema, dkk., 1993 ). Meskipun demikian, merenung tidak terbatas pada wanita saja. Baik pria maupun wanita yang merenung secara berlebihan setelah kehilangan orang yang dicintai atau saat merasa sedih lebih cenderung untuk menjadi depresi dan untuk menderita depresi berkepanjangan yang lebih parah daripada yang tidak terlalu suka merenung/melamun ( Just & Alloy, 1997; Nolen-Hoeksema, 2000 ).
Meski jurang perbedaan gender dalam depresi terus ada, hal tersebut tampaknya semakin mengecil seiring makin banyaknya pria yang datang mencari bantuan untuk depresi. Ego pria tampaknya juga terpukul oleh serangan dari pengurangan karyawan di perusahaan dan tumbuhnya rasa tidak aman dalam hal keuangan. Meski selam ini pria menganggap gangguan tersebut sebagai suatu tanda kelemahan pribadi, stigma yang diasosiasikan dengan depresi ini menunjukkan pengurangan, meski tidak menghilang ( NBC Nightly News, 1996 ).
Depresi mayor umumnya berkembang pada masa dewasa, dengan usia rata-rata onsetnya adalah pertengahan 20 ( APA, 2000 ). Namun gangguan tersebut dapat dialami bahkan oleh anak-anak kecil, meski hingga usia 14 tahun resikonya sangat rendah ( Lewinsohn, 1986 ). Penelitian multinasional terhadap sembilan negara ( Amerika Serikat, Kanada, Puerto Rico, Italia, Prancis, Jerman, Libanon, Taiwan dan Selandia Baru ) menunjukkan bahwa angka depresi mayor telah meningkat di Amerika Serikat, dan di tempat lain ( Cross-National Collaborative Group, 1992 ). Di sejumlah negara, orang-orang muda yang lahir setelah tahun 1995 menunjukkan kecenderungan tiga kali lipat lebih besar untuk menderita depresi mayor daripada kakek neneknya saat mereka berada di usia yang sama ( Goleman, 1992b ). Kenaikan terbesar ditemukan di Florence, Italia; paling sedikit di Christchurch, Selandia Baru. Pada semua negara, tingkat depresi lebih besar pada wanita dibanding pada pria.
Tidak seorangpun mengetahui mengapa depresi telah mengalami peningkatan di banyak budaya, namun spekulasinya berfokus pada perubahan sosial dan lingkungan, seperti meningkatnya disintegrasi keluarga karena relokasi, pemaparan terhadap perang dan konflik internal, serta meningkatnya angka kriminal yang disertai tindak kekerasan, seiring dengan kemungkinan pemaparan terhadap racun atau virus di lingkungan yang dapat mempengaruhi kesehatan mental maupun fisik ( Cross-National Collaborative Group, 1992 ). Satu contoh adalah peningkatan yang dramatis pada depresi yang terjadi dalam periode tahun 1950 hingga 1960 di Beirut, Lebanon. Ini adalah suatu periode perubahan politis dan demografis yang kacau di negara itu. Depresi menurun drastis pada periode setelah tahun 1960 hingga 1970, suatu masa yang relatif makmur dan stabil di negara itu, namun meningkat lagi antara tahun 1970 dan 1980 selama masa pergolakan sosial dan perseteruan internal.
DEPRESI PASCA MELAHIRKAN
Banyak, bahkan hampir semua, ibu-ibu baru mengalami perubahan mood, periode-periode penuh air mat, dan masa-masa sensitif setelah melahirkan seorang anak,. Perubahan-perubahanmoodi ini secara umum disebut “maternity blues”, “post partum blues”, atau “baby blues” ( kemurungan setelah melahirkan ). Hal ini biasanya berlangsung selama beberapa hari dan dianggap sebagai suatu respons yang normal terhadap perubahan hormonal yang terjadi pada waktu kelahiran bayi. Dengan adanya perubahan hormonal yang bergolak ini, akan menjadi “abnormal” bagi kebanyakan wanita bila mereka tidak mengalami beberapa perubahan dalam kondisi perasaan segera setelah melahirkan anak.
Namun sejumlah ibu mengalami perubahan mood yang parah dan persisten selama beberapa bulan atau bahkan setahun atau lebih. Masalah-masalah dalam mood ini mengacu pada depresi pascamelahirkan ( postpartum depression/PPD ). Postpartum berasal dari akar bahasa latin post yang berarti “setelah”, dan papere, berarti “mengeluarkan”. PPD sering kali disertai dengan gangguan dalam selera makan dan tidur, self-esteem yang rendah, serta kesulitan-kesulitan dalam mempertankan konsentrasi atau perhatian. Antara 8% sampai 15% ibu mengalami suatu gangguan depresi pascamelahirkan yang dapat didiagnosis setidaknya pada tingkat keparahan yang sedang ( Campbell & Cohnn, 1991; Gitlin & Pasnau, 1989 ). Depresi pascamelahirkan tidak hanya terjadi di Amerika Serikat; bukti dari suatu penelitian di sebuah area perkotaan di Portugal melaporkan tingkat prevalensi yang sama ( 13% ) ( Augusto dkk., 1996 ).
Depresi pascamelahirkan dianggap sebagai suatu bentuk depresi mayor yang onset dari epidose depresinya bermula dalam jangka waktu 4 minggu setelah melahirkan ( APA, 2000 ). Peneliti menemukan bahwa depresi pascamelahirkan biasanya lebih ringan dibandingkan bentuk-bentuk depresi mayor lainnya dan relatif lebih cepat sembuh ( Whiffen & Gotlib, 1993 ). Namun beberapa kasus bunuh diri terkait dengan depresi pascamelahirkan ( McQuiston, 1997 ). Meski PPD melibatkan ketidakseimbangan kimiawi atau hormonal yang terjadi karena melahirkan, terdapat faktor-faktor lain yang diasosiasikan dengan peningkatan resiko yang mencakup stres, ibu tunggal atau pertama kali menjadi ibu, masalah keuangan, perkawinan yang bermasalah, isolasi sosial, kurangnya dukungan pasangan dan anggota keluarga, riwayat depresi atau memiliki bayi yang tidak diinginkan, sakit atau memiliki bayi yang sulit secara temperamen ( Forman dkk., 2000; Ritter dkk., 2000; Swendsen & Mazure, 2000 ). Mengalami PPD juga meningkatkan resiko bagi wanita tersebut untuk menderita episode-episode depresi di masa yang akan datang ( Phillips & O’hara, 1991 ).
Depresi pascamelahirkan tidak terbatas pada budaya AS saja. Laporan terbaru menemukan angka PPD yang tinggi diantara wanita Afrika Selatan ( Cooper, dkk. 1999 ) dan wanita Cina dari Hongkong ( D.T.S. Lee, dkk., 2001 ). Pada sampel Afrika Selatan, kurangnya dukungan psikologis dan keuangan dari ayah si bayi terkait dengan meningkatnya resiko gangguan pada sampel ini, serupa dengan yang ditemukan pada sampel AS.
KUESIONER
APAKAH ANDA DEPRESI ?
Tes ini diperkenalkan oleh organisasi dari National Depression Screening Day, dapat membantu anda menilai apakah anda menderita depresi atau tidak. Tes ini tidak dimaksudkan agar anda mendiagnosis diri anda sendiri, namun lebih untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap kekhawatiran-kekhawatiran yang mungkin ingin anda diskusikan dengan seorang ahli.
Ya Tidak
1. Saya merasa sakit hati, murung dan sedih. ya .......
2. Saya tidak menikamati berbagai hal seperti
Sebelumnya ....... tidak
3. Saya merasa bahwa orang lain akan lebih baik
bila saya mati ....... tidak
4. Saya merasa bahwa saya tidak berguna atau
dibutuhkan ....... tidak
5. Saya memperhatikan bahwa berat badan
saya menurun ya .......
6. Saya memiliki masalah tidur sepanjang malam ya .......
7. Saya gelisah dan tidak bisa diam ya .......
8. Pikiran saya tidak sejernih biasanya ya .......
9. Saya merasa lelah tanpa alasan ya. .......
10. Saya merasa putus asa mengenai masa depan ....... .......
Beri urutan untuk jawaban anda : Bila anda setuju dengan paling tidak lima dari pernyataan itu, termasuk item 1 atau 2, dan bila anda memiliki keluhan-keluhan ini untuk paling tidak 2 minggu, bantuan ahli sangat disarankan. Bila anda menjawab ‘ya’ pada pernyataan 3, carilah konsultasi dengan seorang ahli segera. Bila anda tidak tahu siapa yang harus dihubungi, kontak pusat konseling di pusat kesehatan mental terdekat, atau penyelia pelayanan kesehatan.
Sumber : Diadaptasi dari J.E. Brody, “ Myriad masks hide an epidemic of depression”, The New York Times, 30 September 1992, hlm C12.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar