MEMAHAMI KEBIJAKAN
PEMERINTAH DALAM BIDANG KEBIDANAN
Ikatan Bidan Indonesia telah
menjadi anggota ICM sejak tahun 1956, dengan demikian seluruh kebijakan dan
pengembangan profesi kebidanan di Indonesia merujuk dan
mempertimbangkan kebijakan ICM.
Definisi bidan menurut
International Confederation Of Midwives (ICM) yang dianut dan diadopsi oleh
seluruh organisasi bidan di seluruh dunia, dan diakui oleh WHO
dan Federation of International Gynecologist Obstetrition (FIGO). Definisi
tersebut secara berkala di review dalam pertemuan Internasional / Kongres ICM.
Definisi terakhir disusun melalui konggres ICM ke 27, pada bulan Juli tahun
2005 di Brisbane Australia ditetapkan sebagai berikut:
Bidan adalah seseorang yang telah mengikuti program
pendidikan bidan yang diakui di negaranya, telah lulus dari pendidikan tersebut, serta memenuhi kualifikasi untuk didaftar (register) dan
atau memiliki izin yang sah (lisensi) untuk melakukan praktik bidan.
Bidan diakui sebagai
tenaga professional yang bertanggung-jawab dan akuntabel, yang bekerja sebagai
mitra perempuan untuk memberikan dukungan,
asuhan dan nasehat selama masa hamil,
masa persalinan dan masa nifas, memimpin persalinan atas tanggung jawab sendiri dan memberikan asuhan
kepada bayi baru lahir, dan bayi.
Asuhan ini mencakup upaya pencegahan, promosi persalinan normal,
deteksi komplikasi pada ibu dan anak, dan akses
bantuan medis atau bantuan lain yang sesuai, serta melaksanakan
tindakan kegawatdaruratan. Bidan mempunyai tugas penting dalam konseling dan pendidikan kesehatan, tidak hanya kepada
perempuan, tetapi juga kepada keluarga
dan masyarakat. Kegiatan ini harus mencakup pendidikan antenatal dan persiapan menjadi orang tua serta dapat meluas pada kesehatan perempuan, kesehatan seksual
atau kesehatan reproduksi dan asuhan anak.
Bidan
dapat praktik diberbagai tatanan pelayanan, termasuk di rumah, masyarakat, Rumah Sakit,
klinik atau unit kesehatan lainnya
Dengan
memperhatikan aspek sosial budaya dan kondisi masyarakat Indonesia, Ikatan Bidan Indonesia (IBI)
menetapkan bahwa Bidan Indonesia adalah:
Seorang perempuan yang lulus dari pendidikan Bidan yang diakui
pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik
Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregister,
sertifikasi dan secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan. Bidan diakui sebagai
tenaga professional yang bertanggung-awab dan akuntabel, yang bekerja sebagai
mitra perempuan untuk memberikan dukungan, asuhan dan
nasehat selama masa hamil, masa persalinan dan masa nifas,
memimpin persalinan atas tanggung jawab sendiri dan
memberikan asuhan kepada bayi
baru lahir,
dan bayi.
Asuhan ini mencakup upaya pencegahan, promosi persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak, dan akses
bantuan medis atau bantuan lain yang sesuai, serta
melaksanakan tindakan kegawatdaruratan.
Pemerintah telah bijaksana dalam
mengambil keputusan untuk para bidan agar para bidan mampu memenuhi standart
kompetensi yang ada dan menjadi bidan professional dan memiliki rasa tanggung
jawab yang besar, serta memiliki etika dan etiket yang baik.
Kebijakan kebijakan tersebut juga
menjadi pandangan atau tolak ukur untuk para bidan melakukan praktik atau
tugasnya di masyarakat.
B. Etika Profesi Bidan
Berbeda dengan profesi tenaga kesehatan lainnya,
bidan dapat berdiri sendiri dalam memberikan pertolongan kesehatan kepada
masyarakat khususnya pertolongan persalinan normal. Oleh karena itu, bidan
mengucapkan janji atau sumpah saat menamatkan diri dari pendidikannya.
Bidan merupakan mata rantai yang sangat penting karena kedudukannya sebagai
ujung tombak dalam upaya meningkatkin sumber daya manusia melalui kemampuannya
untuk melakukan pengawasan, pertolongan, dan pengawasan neonatus dan pada
persalinan ibu postpartum. Di samping itu upaya untuk meningkatkan sumber daya
manusia dapat dibebankan kepada bidan melalui pelayanan keluarga berencana.Peranan penting bidan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian maternal dan perinatal melalui pendekatan kepada dukun beranak dengan membcrikan bimbingan pada kasus yang memerlukan rujukan medis. Kerja sama dengan masyarakat melalui posyandu, bersama Program Kesehatan Keluarga (PKK) penting artinya dalam menapis kehamilan risiko tinggi, sehingga mampu menekan angka kesakitan dan kematian maternal dan perinatal.
Berdasarkan peranan bidan yang vital itulah diperlukan pengaturan profesi bidan dalam memberikan pertolongan yang optimal. Secara umum tenaga profesi kesehatan dibatasi oleh tiga kaedah utama, yaitu sumpah profesi, kaedah hukum yang mengatur tata nilai di dalam masyarakat, dan kaedah masyarakat dalam bentuk tertulis atau kebiasaan yang perlu dihormati pula. Oleh karena itu, profesi tenaga kesehatan yang selalu berkaitan dengan manusia geraknya sangat terbatas.
C.
Kewenangan
Bidan
Bidan dalam
melaksanakan peran, fungsi dan tugasnya didasarkan pada kemampuan dan
kewenangan yang diberikan. Kewenangan tersebut diatur melalui Peraturan Menteri
Kesehatan (Permenkes). Permenkes yang menyangkut wewenang bidan selalu
mengalami perubahan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat dan
kebijakan pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Permenkes
tersebut dimulai dari :
a.
Permenkes No. 5380/IX/1963,
wewenang bidan terbatas pada pertolongan persalinan normal secara mandiri,
didampingi tugas lain.
b.
Permenkes No. 363/IX/1980, yang
kemudian diubah menjadi Permenkes 623/1989 wewenang bidan dibagi menjadi dua
yaitu wewenang umum dan khusus ditetapkan bila bidan meklaksanakan tindakan
khusus di bawah pengawasan dokter. Pelaksanaan dari Permenkes ini, bidan dalam
melaksanakan praktek perorangan di bawah pengawasan dokter.
c.
Permenkes No. 572/VI/1996, wewenang
ini mengatur tentang registrasi dan praktek bidan. Bidan dalam melaksanakan prakteknya
diberi kewenangan yang mandiri. Kewenangan tersebut disertai dengan kemampuan
dalam melaksanakan tindakan. Dalam wewenang tersebut mencakup :
- Pelayanan kebidanan yang meliputi pelayanan ibu dan anak.
- Pelayanan Keluarga Berencana
- Pelayanan Kesehatan Masyarakat.
- Pelayanan kebidanan yang meliputi pelayanan ibu dan anak.
- Pelayanan Keluarga Berencana
- Pelayanan Kesehatan Masyarakat.
d.
Kepmenkes No.
900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan praktek bidan revisi dari
Permenkes No. 572/VI/1996
Dalam melaksanakan tugasnya, bidan melakukan kolaborasi, konsultasi dan merujuk sesuai dengan kondisi pasien, kewenangan dan kemampuannya.
Dalam melaksanakan tugasnya, bidan melakukan kolaborasi, konsultasi dan merujuk sesuai dengan kondisi pasien, kewenangan dan kemampuannya.
Dalam keadaan darurat bidan juga
diberi wewenang pelayanan kebidanan yang ditujukan untuk penyelamatan jiwa.
Dalam aturan tersebut juga ditegaskan bahwa bidan dalam menjalankan praktek
harus sesuai dengan kewenangan, kemampuan, pendidikan, pengalaman serta
berdasarkan standar profesi.
Pencapaian kemampuan bidan sesuai dengan Kepmenkes No. 900/2002 tidaklah mudah, karena kewenangan yang diberikan oleh Departemen Kesehatan ini mengandung tuntutan akan kemampuan bidan sebagai tenaga profesional dan mandiri.
Pencapaian kemampuan bidan sesuai dengan Kepmenkes No. 900/2002 tidaklah mudah, karena kewenangan yang diberikan oleh Departemen Kesehatan ini mengandung tuntutan akan kemampuan bidan sebagai tenaga profesional dan mandiri.
D. Pelayanan Desa siaga
a)
Desa siaga adalah desa yang
penduduknya memiliki kesiapan cumber daya dan kemampuan serta kemauan untuk
mencegah dan mengatasi masalah kesehatan, bencana, dan kegawatdaruratan
kesehatan secara mandiri. Desa yang dimaksud di sini adalah kelurahan atau
istilah lain bagi kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah,
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan yang diakui dan
dihormati dalam Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b)
Si (siap), yaitu pendataan dan
mengamati seluruh ibu hamil, siap mendampingi ibu, siap menjadi donor darah,
siap memberi bantuan kendaraan untuk rujukan, siap membantu pendanaan, dan
bidan wilayah kelurahan selalu siap memberi pelayanan.
c)
A (antar), yaitu warga desa, bidan
wilayah, dan komponen lainnya dengan cepat dan sigap mendampingi dan mengatur
ibu yang akan melahirkan jika memerlukan tindakan gawat-darurat.
d)
Ga (jaga), yaitu menjaga ibu pada saat
dan setelah ibu melahirkan serta menjaga kesehatan bayi yang baru dilahirkan.
Tujuan umum desa siaga adalah terwujudnya masyarakat desa
yang sehat, peduli, dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wilayahnya.
Tujuan khususnya adalah sebagai berikut.1. Peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat desa tentang pentingnya kesehatan.
2. Peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat desa terhadap risiko dan bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan (bencana, wabah, kegawatdaruratan dan sebagainya).
3. Peningkatan kesehatan lingkungan di desa. Meningkatnya kemampuan dan kemauan masyarakat desa untuk menolong diri sendiri di bidang kesehatan.
Ciri-ciri pokok
a. Memiliki pos kesehatan desa yang berfungsi memberi pelayanan dasar.
b. Memiliki sistem gawat-darurat berbasis masyarakat.
c. Memiliki sistem pembiayaan kesehatan secara mandiri.
d. Masyarakat berperilaku hidup bersih dan sehat.
Sasaran pengembangan desa siaga adalah mempermudah strategi intervensi, sasaran ini dibedakan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut:
1.
Semua individu dan keluarga di desa yang diharapkan
mampu • melaksanakan hidup sehat, peduli, dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan
di wilayah desanya.
2.
Pihak-pihak yang mempunyai pengaruh terhadap perubahan
perilaku individu dan keluarga atau dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi
perubahan perilaku tersebut, seperti tokoh masyarakat termasuk tokoh agama,
tokoh perempuan dan pemuda, kader, serta petugas kesehatan.
3.
Pihak-pihak yang diharapkan memberi dukungan kebijakan,
peraturan perundang-undangan, dana, tenaga, sarana, dan lain-lain, seperti
kepala desa, camat, pejabat terkait, LSM, swasta, donatur, dan pemilik
kepentingan lainnya.
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 369/MENKES/SK/III/2007 TENTANG STANDAR PROFESI BIDAN
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 369/MENKES/SK/III/2007 TENTANG STANDAR PROFESI BIDAN
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang
: bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 21 Peraturan Pemerintah Nomor 32
Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan,dipandang perlu menetapkan Standar Profesi bagi Bidan
dengan Keputusan Menteri Kesehatan;
Mengingat
:
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495);
- Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4548);
- Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3547);
- Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3637);
- Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
- Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4090);
- Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 tentang Registrasi Dan Praktik Bidan;
- Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1457/MENKES/SK/X/2003 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;
- Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Departemen Kesehatan;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
:
ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan
Kedua : Standar Profesi Bidan dimaksud Diktum Kesatu sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.
Ketiga : Standar Profesi Bidan sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kedua agar digunakan sebagai pedoman bagi Bidan dalam menjalankan tugas profesinya.
Keempat : Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan Keputusan ini dengan mengikutsertakan organisasi profesi terkait, sesuai tugas dan fungsi masing-masing.
Kebidanan Komunitas Oleh Safrudin, SKM,
M.Kes & Hamidah, S.Pd, M.Kes
Tidak ada komentar:
Posting Komentar